Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Keramik China Disinyalir Dumping

Sandra Karina , Jurnalis-Kamis, 16 Juni 2011 |19:14 WIB
Keramik China Disinyalir <i>Dumping</i>
ilustrasi Foto: Corbis
A
A
A

JAKARTA - Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) mensinyalir ada produk keramik tableware asal China yang diimpor ke Indonesia dengan harga dumping.

Ketua KADI Muchtar mengatakan, KADI tengah melakukan penyelidikan dumping berdasarkan permohonan dari PT Lucky Indah Keramik yang mewakili industri keramik nasional. KADI, kata dia, telah melakukan penyelidikan awal berdasarkan bukti-bukti yang ada mulai 21 Juni 2011.

"Sudah ada bukti adanya dumping tapi harus diverifikasi dengan pihak-pihak lain yang terkait," kata Muchtar di Jakarta, Kamis (23/6/2011).

Muchtar menjelaskan, tuduhan dumping dilakukan terhadap  produk keramik tableware impor dari China dengan nomor pos tarif 6911.10.00.00, 6911.90.00.00 dan 6912.00.00.00. Dalam proses penyelidikan, menurutnya, semua pihak terkait,  baik industri  keramik nasional, importir di Indonesia, eksportir dan produsen asal China diberi kesempatan untuk memberikan informasi dan tanggapan.

Beberapa pihak terkait tersebut, kata dia, diminta untuk memberikan tanggapan dalam kurun waktu 40 hari dan akan diperpanjang apabila diperlukan. Setelah itu, lanjutnya,  KADI akan melakukan verifikasi, validasi, hearing, dan mengecek kebenaran laporan perusahaan tersebut di dalam dan luar negeri selama enam bulan.

Dihubungi terpisah, Sekjen Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Elisa Sinaga mengatakan, produk keramik asal China tersebut kemungkinan tidak dijual dengan harga dumping karena pemerintah China sudah tidak lagi memberi bantuan ekspor untuk keramik.

"Apabila keramik China masuk ke Indonesia secara resmi, saya rasa tidak ada dumping," kata Elisa.

Elisa menuturkan, keramik asal China yang masuk ke Indonesia yang melalui jalur resmi, harganya sudah cukup bersaing. Jika harganya murah, maka disinyalir produk keramik itu memang masuk secara ilegal.

Elisa mencontohkan, jenis keramik yang banyak masuk secara ilegal diantaranya adalah granit homogeneous tile dengan ukuran 60x60 centimeter. Keramik jenis ini masih dikenakan bea masuk (BM) sebesar 20 persen. Jika tidak melalui jalur resmi, maka harganya bisa mencapai Rp90 ribu atau Rp80 ribu meter persegi, padahal harga jual yang sebenarnya adalah di atas Rp100 ribu meter persegi.

Elisa menambahkan, keramik homogeneous tile asal China mampu menguasai sekira 50 persen dari pangsa pasar di dalam negeri. Sedangkan pasar keramik honogeneous tile sendiri hanya 10 persen hingga 15 persen dari pasar keramik secara keseluruhan di Indonesia. Namun, kata Elisa, produk keramik asal China tidak mampu bersaing untuk jenis keramik lainnya.

Untuk produk tableware, seperti mangkuk, gelas, atau piring harganya memang cukup murah tapi kualitasnya rendah. Maka dari itu, menurutnya, penerapan Standard Nasional Indonesia (SNI) wajib bagi produk keramik mampu melindungi pasar dalam negeri. Sejak 2010 lalu, SNI wajib telah diterapkan pada keramik tableware, keramik ubin, dan kloset duduk.

Asaki mencatat, harga keramik impor jauh lebih murah dibandingkan dengan harga keramik dalam negeri. Harga keramik impor sekira Rp65 ribu per meter persegi, sedangkan keramik lokal sekira Rp100 ribu meter persegi. Saat ini, kapasitas produksi keramik poles nasional sekira 30 juta meter persegi dan untuk produksi keramik glasur sebanyak  273 juta meter persegi. Beberapa produsen keramik nasional diantaranya adalah  PT Intikeramik Alamasri Tbk, PT Asri Pancawarna (Indogress), Niro Granite (Niro Ceramic dan PT Sandimas Group), dan PT Garuda Keramik.

(Andina Meryani)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement