Namun, Santosa juga mencontohkan kasus akuisisi yang gagal, yakni Steve Ballmer, orang yang bertanggung jawab dengan keputusan Microsoft dalam mengakuisisi Nokia, "Kan dibilang stupid dia, USD9,4 miliar dijeburin sekarang jadi 0. Dia akuisisi kan 201, dalam lima tahun jadi 0, dibilang bodoh kan. Coba kalau nokia rebound di pasar, pasti dia dibilang visioner," kelakarnya.
"Dan kalau sudah jadi orang berhasil, ngomong apa saja pasti didengarkan. Steve jobs waktu masih hidup kan dibilang visioner, padahal dulu pernah dibodo-bodohin waktu Machintos turun, terus ditendang keluar. Llalu dia balik bikin iPod bikin iPhone, dibilnag jenius lagi kan," tambah dia.
Oleh karena itu, dia mengatakan bisnis juga memiliki faktor keberuntungan yang besar. Dia mengibaratkan bisnis dengan undian berhadiah yang diikuti oleh banyak orang, namun hanya dimenangkan oleh satu orang.
"Misal ada undian Rp1 miliar hanya tebak sisi mata uang yang akan keluar. Lantas ada 10 juta orang yang ikut. Pertama diundi, ada yang angka ada yang gambar. Paling tidak ada 5 juta orang keluar, karena probabilitynya 50:50. Begitu terus, sampai tinggal satu pemenang. Artinya si pemenang ini katakanlah 23 kali menebak koin tidak pernah salah," jelas dia.
"Entah dia pinter atau beruntung? Tapi pasti ada yang menang, itulah bisnis, pasti ada faktor luck. Karena pada kesempatan yang ke-22 itu masih ada dua orang yang memiliki kesempatan yang sama, tapi hanya ada satu pemenang. Bisnis itu begitu, di tiap sektor hanya ada satu pemenang, tapi bukan berarti yang lain lebih jelek," ungkapnya.
(Fakhri Rezy)