Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Gara-Gara Top Up Uang Elektronik Kena Biaya, Agus Martowardojo Dilaporkan ke Ombudsman

Ulfa Arieza , Jurnalis-Senin, 18 September 2017 |15:46 WIB
Gara-Gara <i>Top Up</i> Uang Elektronik Kena Biaya, Agus Martowardojo Dilaporkan ke Ombudsman
Gubernur BI Agus DW Martowardojo. (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Rencana Bank Indonesia (BI) mengenakan biaya administrasi isi ulang uang elektronik atau e-money menuai pro kontra dari berbagai kalangan. Bahkan, ada pihak yang menilai kebijakan tersebut sebagai bentuk maladministrasi.

Bahkan, Pengacara yang fokus pada isu perlindungan konsumen David Maruhum L Tobing, telah melaporkan Gubernur BI Agus Martowardojo, ke Ombudsman Republik Indonesia.

David menilai bahwa rencana kebijakan BI berupa pengenaan biaya isi ulang kartu elektronik alias e-Money berkisar antara Rp1.500-Rp2.500 patut diduga bentuk tindakan maladministrasi yang mencerminkan keberpihakan pada pengusaha. Kebijakan tersebut pun berpotensi menimbulkan ketidakadlilan dan diskriminasi bagi konsumen.

"Pada hari ini kami sebagai konsumen, sebagai advokat, maupun sebagai ketua lembaga perlindungan konsumen , yang diberikan kewenangan oleh Undang-Undang untuk mewakili dan mengadvokasi konsumen telah melaporkan gubernur Bank Indoensisa kepada Ombudsman RI," ujarnya di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Senin (18/9/2017).

Baca juga: Isi Ulang Kartu Elektronik Kena Biaya, Jadi Disinsentif untuk Pembayaran Tol!

David melaporkan Agus Marto atas dugaan adanya tindakan maladministrasi, dalam rangka pembuatan aturan tentang pengenaan biaya pada top up atau pada isi ulang elektronik.

Menurutnya, kebijakan BI hanya akan memberikan keuntungan bagi pelaku usaha berupa. Keuntungan yang didapat pengusaha antara lain, terciptanya efisiensi pada pengelola jalan tol serta adanya peningkatan dana pihak ketiga yang diperoleh bank.

Selian itu, dia menilai lembaga perbankan yang menerbitkan uang elektronik mendapatkan dana murah dan bahkan gratis karena uang elektronik tidak berbunga. Dia melanjutkan, melalui kebijakan ini bank sentral secara terang-terangan mendukung rencana pengelola jalan tol yang mewajibkan pembayaran nontunai menggunakan kartu uang elektronik atau e-toll.

"Jadi ini kebijakan yang sangat salah dan justru kebijakan ini pro kepada pelaku usaha," kata dia.

Baca juga: Harusnya Didiskon, Kok Top Up Uang Elektronik Malah Kena Biaya?

Dalam laporannya, David mohon kepada Ombudsman RI untuk memberikan rekomendasi kepada Bank Indoensia untuk membatalkan rencana penerbitan kebijakan pengenaan biaya untuk isi ulang kartu elektronik. Bank sentral juga diminta untuk melindungi hak konsumen untuk melakukan pembayaran dengan menggunakan Rupiah kertas maupun logam dalam bertransaksi.

"Jadi saya himbau sekali lagi, tolonglah kebijakan yang akan dibuat ini tidak merugikan konsumen, tolonglah konsumen diberikan pilihan dia mau bayar tunai, dia mau bayar pakai uang elektronik tapi ada pilihannya," tukas dia.

(Martin Bagya Kertiyasa)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement