JAKARTA - Bank Indonesia (BI) telah menentukan arah kebijakan makroprudensial untuk 2018 guna menghadapi segala situasi yang bakal terjadi. Dengan demikian, BI siap menangkal setiap kebijakan asing yang mempengaruhi stabilitas sistem keuangan Indonesia.
Gubernur BI Agus Martowardojo setidaknya menyebutkan empat poin terkait kebijakan makroprudensial BI. Pertama mengenai peningkatan resilience sistem keuangan di sisi likuiditas. Implementasinya, BI akan mengeluarkan makroprudensial liquidity buffer.
"Kita masih fokus pada peningkatan resilience sistem keuangan. Pertama dari sisi likuiditas karena di tahun depan, sistem likuiditas bakal lebih menantang. Untuk itu diperkirakan BI akan mengeluarkan kebijakan makroprudensial berbasis likuiditas, buffer likuiditas," kata Agus dalam Pertemuan Tahunan BI di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (28/11/2017).
Baca juga: Proyeksi BI: Ekonomi Indonesia Hanya Tumbuh 5,1% di 2017
BI juga bakal meningkatkan intermediasi. Dalam hal ini, BI akan mengeluarkan rasio intermediasi perbankan dan penyempurnaan LTV (loan to value). Untuk itu, BI akan mengkaji LTV secara targeted."Arah kebijakan makroprudensial likuiditas akan ditempuh untuk meningkatkan intermediasi. Hal ini seperti rasio intermediasi makroprudensial. Di samping juga penyempurnaan LTV," ujar Agus.
Selanjutnya, kebijakan BI terkait UMKM. Dia akan diselaraskan dengan mandat yang ada di BI yaitu pada stabilisasi harga melalui program klaster, kewirausahaan, dan penegasan kembali komitmen perbankan untuk penyediaan kredit UMKM sebesar 20%.
Baca juga: Di Hadapan Investor Belanda, Menko Luhut Sebut Ekonomi RI Lebih Bagus dari Tahun Lalu
Sementara terkait ekonomi syariah, BI berkomitmen untuk terus mengembangkan ekonomi syariah berdasarkan 3 pilar utama, antaranya penciptaan instrumen keuangan syariah, pemberdayaan ekonomi syariah, penguatan riset assessment dan edukasi.
(Martin Bagya Kertiyasa)