Baca Juga: Dana Insentif Biodiesel Periode Januari-Oktober Rp5,7 Triliun
Kemenangan Indonesia atas sengketa ini memberikan harapan kepada eksportir/produsen biodiesel Indonesia. Tren ekspor biodiesel Indonesia ke UE pada periode sejak pengenaan BMAD sampai dengan dikeluarkannya putusan akhir Badan Penyelesaian Sengketa WTO (2013-2016) diestimasi sebesar 7%.
“Jika peningkatan tersebut dapat dipertahankan dalam dua tahun ke depan, nilai ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa pada tahun 2019 di perkirakan akan mencapai USD386 juta dan pada tahun 2022 akan mencapai USD 1,7 miliar,” imbuh Mendag.
Panel Badan Penyelesaian Sengketa WTO telah melihat bahwa UE tidak konsisten dengan peraturan Perjanjian Antidumping WTO selama proses penyelidikan dumping hingga penetapan BMAD atas impor biodiesel dari Indonesia. Ketentuan Perjanjian Antidumping WTO yang dilanggar UE dalam sengketa Indonesia dan UE untuk biodiesel (DS480). Pertama, UE tidak menggunakan data yang telah disampaikan oleh eksportir Indonesia dalam menghitung biaya produksi. Kedua, UE tidak menggunakan data biaya-biaya yang terjadi di Indonesia pada penentuan nilai normal untuk dasar penghitungan margin dumping.
Baca Juga: Arsenal Militer Gunakan Biodiesel 20%, DEN: Masih Ada Kendala untuk Kendaraan Berat
Ketiga, UE menentukan batas keuntungan yang terlalu tinggi untuk industri biodiesel di Indonesia. Keempat, metode penentuan harga ekspor untuk salah satu eksportir Indonesia tidak sejalan dengan ketentuan. Kelima, UE menerapkan pajak yang lebih tinggi dari margin dumping. Keenam, UE tidak dapat membuktikan bahwa impor biodiesel asal Indonesia punya efek merugikan terhadap harga biodiesel yang dijual industri domestik UE.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Oke Nur wan menuturkan bahwa hasil putusan Badan Penyelesaian Sengketa WTO dapat menjadi acuan bagi semua otoritas penyelidikan antidumping agar konsisten dengan peraturan WTO, terutama selama proses investigasi.
(Inda Susanti)
(Kurniasih Miftakhul Jannah)