Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Indonesia Negeri Garis Pantai Terpanjang Dunia, Tapi Produksi Garam Kalah dari China

Yohana Artha Uly , Jurnalis-Kamis, 22 Februari 2018 |16:47 WIB
Indonesia Negeri Garis Pantai Terpanjang Dunia, Tapi Produksi Garam Kalah dari China
Ilustrasi: (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Indonesia menjadi bagian negara yang masuk dalam peringkat 10 besar dengan kepemilikan garis pantai terpanjang, yakni 99.000 kilometer (km). Kendati demikian, Indonesia ternyata bukan bagian dari 10 negara produsen garam terbesar di dunia.

Adapun China menjadi negara produsen garam terbesar di dunia. Dengan peringkat garis pantai nomor 12 di dunia, yakni sepanjang 14.500 km, China mampu menghasilkan 58 juta ton per tahun. Sedangkan Indonesia sendiri mampu memproduksi 2,7 juta ton per tahun.

Guru Besar Bidang Teknik Rekayasa Lingkungan Universitas Indonesia Misri Gozan mengatakan, panjangnya garis pantai tak menentukan tingkat produksi garam di sebuah negara. Pasalnya, kondisi alam menjadi pengaruh terbesar dari tingkat produksi.

Baca Juga: Negara Garis Pantai Terpanjang, Indonesia Belum Tentu Jadi Produsen Garam Terbesar

Kendati demikian, dia mengakui, Indonesia sering mengalami kelangkaan garam karena produksinya yang rendah. Hal ini terjadi pada tahun 2010, di mana dalam satu tahun hanya mampu hasilkan 3.000 ton garam dari kapasitas yang ada 2,1 juta ton.

"Di 2010 itu krisis garam memang. Produksinya (secara persentase dari kapasitas) itu 0 dari produksi yang sebenarnya bisa dihasilkan. 2014, 2016 pernah drop juga, tapi enggak separah 2010," ungkapnya dalam acara Launching dan Bedah Buku 'Hikayat Si Induk Bumbu' di Jakarta, Kamis (22/2/2018).

Misri mengungkapkan, faktor alam menjadi penyebab rendahnya produksi garam di Indonesia. Sebab, petani garam dalam negeri didominasi dengan teknik tradisional.

Baca Juga: Kemendag Masih Tahan Izin Impor Garam Industri, Apa Alasannya?

Dia menyebutkan, dengan teknik tradisional maka sangat bergantung pada tingkat panas matahari. Bila hujan, katanya, proses produksi garam akan langsung gagal.

"Tahapan produksi garam itu, mereka pindahkan air laut dari meja 1 ke meja 2, 3, 4. Nah di meja 4, di mana air laut yang kental itu siap mengkristal. Kalau di tahap 1, 2 itu saja udah turun hujan, itu harus ulang lagi, karena kita masih tradisional. Banyak petani kita itu bergantung pada cuaca," paparnya.

Faktor alam lainnya, lanjut Misri, yaitu kelembaban, ombak laut yang terlalu keras, angin yang kencang, juga kadar lumpur di wilayah tersebut, sangat mempengaruhi produksi garam.

"Paling tidak 5 pekan tanpa hujan, untuk hasil garam benar-benar bisa kering," kata Misri yang juga penulis buku 'Hikayat Si Induk Bumbu'.

Di sisi lain, lemahnya tingkat informasi oleh petani garam soal perubahan cuaca,  juga turut menjadi persoalan.

"Mereka tidak punya info yang cukup soal perubahan cuaca. Mereka memerlukan ramalan cuaca, tapi informasi tentang ramalan cuaca ini cukup lama mereka terima," ujarnya.

Baca Juga: Sudah Masuk RI, Mendag Cek Kebocoran Garam Impor

Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Jasa Kelautan Ditjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian KKP mengatakan, untuk menangani ini pemerintah telah melakukan penanganan dengan menbuat daerah sentra garam industri di NTT.

"Produksi garam yang hanya mungkin bisa kalau pndekatannya ketersediaan luas lahan. Perluasan lahan memungkinkan, tapi juga ada syarat cuaca. Di wilayah timur memungkinkan, di NTT. Cuaca kemarau di sana lebih panjang 6-8 bulan. Di Jawa-Madura, kemarau hanya 4-6 bulan," ujarnya.

Selain itu, pihaknya juga terus berkoordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam pengadaan alat pengukur cuaca di setiap sentra garam.

"Jadi tutupin kekurangan selain ekstensifikasi juga intensifikasi dengan teknologi. Karena seluas apa pun tambak tanpa matahari gak bsa produksi," pungkasnya.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement