Pembayaran margin ini membuat Indonesia dituduh melakukan subsidi karena pola anggaran yang dikelola BPDP mekanismenya menggunakan APBN. Sehingga ketika APBN mengalir ke produsen biodiesel itu menjadi subsidi.
Padahal, lanjut Oke, kejadian yang sebenarnya adalah pembayaran selisih harga dari BPDP sawit kepada produsen penjualan biodiesel bukan berasal dari APBN, melainkan anggaran BPDP itu berasal dari iuran yang diberikan pengusaha sawit saat melakukan ekspor. Jadi Oke menyebut itu adalah anggaran dari produsen yang akan kembali lagi kepada produsen. Karena dengan harga biodiesel yang murah maka demand dari pembelian akan meningkat sehingga harga biodiesel dunia juga akan tetap naik jika permintaan tinggi.
Baca Juga: Gugat AS, Biodiesel Indonesia Dikenai Pajak Lebih Tinggi
Menurut Oke, itu adalah skema yang selama ini dipakai dan saat di ajukan untuk skema baru, di mana Pertamina yang akan membayar selisih namun tetap menggunakan anggaran BPDP sawit. Hal ini untuk menghindari tuduhan negatif kepada Indonesia.
"Jadi ini yang harus diubah, tidak lagi dialirkan ke pengusaha biodiesel tetapi lebih baik pertamina membeli harga pasar, baru pertamina dibayar selisih harganya. Bedakan, cuma itu saja yang diusulkan dan ini akan dipelajari oleh pertamina, dan bila dimungkinkan maka BPSD akan dilengkapi dengan aturan main yang bisa memungkinkan aturan main mekanisme pembayarannya seperti itu," jelasnya.