JAKARTA – Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan perekonomian Indonesia tetap positif dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai rata-rata sebesar 5,3% pada periode 2018– 2020.
Meski begitu, ada beberapa risiko terutama berkaitan dengan perlambatan perdagangan global dan konsumsi sektor swasta. Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Rodrigo A Chaves mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan tetap positif dengan diproyeksikan sebesar 5,3% pada 2018. Namun, kontribusi dari ekspor diperkirakan akan teredam seiring menurunnya nilai tukar perdagangan dan pertumbuhan impor. ”Kondisi global masih berisiko terutama proteksionisme dari beberapa negara dan ini sulit diproyeksikan. Langkah-langkah tertentu yang akan diambil masih berisiko,” ujarnya pada laporan triwulan perekonomian Bank Dunia di Jakarta.
Baca Juga: Menko Darmin Berharap Sinkronisasi Satu Peta Selesai 2019
Menurut Chaves, pertumbuhan ekonomi di atas 5% ini sudah termasuk tiga besar di antara negara-negara G20. Meski begitu, masih ada peluang untuk lebih tinggi lagi. ”Salah satunya dengan mendorong investasi dari luar negeri dan memberikan pesan yang jelas bahwa modal masuk seperti FDI tidak hanya diundang namun juga disambut dengan baik. Sementara investor-investor asing yang sudah ada harus dipertahankan,” ujarnya. Selain itu, kebijakan fiskal juga bisa memainkan peran lebih besar untuk memastikan pertumbuhan berkelanjutan dan inklusif.
”Kebijakan ekonomi makro yang baik telah berkontribusi pada pertumbuhan investasi yang mencapai tingkat tertinggi dalam lima tahun terakhir. Tetapi untuk mempercepat investasi secara berarti di luar sektor pertambangan, Indonesia harus mempertimbangkan menggabungkan kombinasi kebijakan yang berani akan berdampak pada perekonomian,” kata Chaves. Bank Dunia juga melaporkan inflasi yang rendah, pengeluaran menjelang pemilu mendatang, dan harga komoditas lebih baik diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan konsumsi.
Baca Juga: Rendahnya Upah dan Tingkat Pendidikan Jadi Pemicu Ketimpangan Pendapatan
Selain itu, defisit fiskal diperkirakan akan menyempit sementara defisit neraca transaksi berjalan diproyeksikan akan melebar. Lead Economist untuk Bank Dunia di Indonesia Frederico Gil Sander mengatakan, defisit anggaran diperkirakan tetap terjaga dalam kisaran 2,3% terhadap PDB pada 2018 yang didukung oleh harga minyak tinggi dan reformasi peningkatan penerimaan sehingga meningkatkan total penerimaan. ”Sementara defisit neraca transaksi berjalan diperkirakan melebar pada kisaran 1,9% terhadap PDB pada 2018, lebih tinggi dari 2017 sebesar 1,7% seiring dengan permintaan dalam negeri lebih kuat dan nilai tukar perdagangan yang lebih lemah,” ujarnya.