Masih soal LRT. Pengerjaan depo kereta api ringan Jabodebek di Jatimulya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi diperkirakan molor selama tiga bulan. Awalnya target pembangunan dimulai Maret 2018 di lahan seluas 12 hektare.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Perhubungan Jumardi mengatakan, target itu meleset karena ada beberapa kendala teknis dalam pembangunan depo LRT di Bekasi. “Kami target pertengahan Juni pembangunan depo bisa dimulai,” ujarnya.
Penyebab keterlambatan ini karena ada penolakan warga. Pada awal April 2018 Kantor Per tanahan Kabupaten Bekasi mendata sekitar 160 bidang lahan milik negara yang dihuni warga sekitar.
Meski demikian, pemerintah tetap mengganti rugi bangunan milik warga. Bila tidak ada komplain dari warga selama 14 hari masa kerja, proses ganti rugi akan diteruskan ke tim appraisal.
Jumlah kebutuhan lahan untuk pembangunan LRT mencapai 60 hektare dengan nilai pengadaan tanah sebesar Rp1,9 triliun. Di Jatimulya pemerintah membutuhkan lahan sekitar 12 hektare untuk lintasan dan depo LRT. Seluas 6 hektare di antaranya lahan milik PT Adhi Karya, namun dikuasai 300 kepala keluarga (KK).
Sementara 5 hektare lagi milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Progres pembangunan LRT sampai April 2018 telah mencapai 36%. Rinciannya, lintas pelayanan I Cawang-Cibubur sekitar 59%, lintas pelayanan II Cawang-Dukuh Atas sekitar 19%, dan lintas pelayanan III Cawang-Bekasi Timur sekitar 36%.
PT Adhi Persada Properti menilai ada warga yang menempati lahan proyek depo LRT memicu keterlambatan progres pembangunan, padahal sosialisasi sudah dilakukan Kementerian Perhubungan dan Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi.
“Saat ini dalam proses penyiapan lahan. Beberapa warga yang menempati lahan tersebut membuat progres pembangunan depo terlambat,” kata Direktur Utama PT Adhi Persada Properti Agus Sitaba. (R Ratna Purnama/Abdullah M Surjaya)
(Dani Jumadil Akhir)