Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

BI Yakin Investor Asing Akan Balik ke Indonesia

Yohana Artha Uly , Jurnalis-Jum'at, 04 Mei 2018 |20:45 WIB
BI Yakin Investor Asing Akan Balik ke Indonesia
Bank Indonesia. Foto: Yohana/Okezone
A
A
A

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) meyakini investor asing akan kembali membawa dananya ke dalam negeri. Pasalnya, imbal hasil (yield) yang ditawarkan Surat Berharga Negara (SBN) dinilai masih menarik bagi investor.

Keluarnya dana asing (capital outflow) dari Indonesia diakibatkan kenaikan yield UST (suku bunga obligasi negara AS) yang kini mencapai 2,9% pada hari ini, Jumat (4/5/2018). Di mana pada 26 April sempat mencapai mencapai 3,03% atau persentase ini tertinggi sejak tahun 2013. Hal ini membuat USD menguat dan Rupiah melemah mendekati Rp14.000 per USD.

Baca Juga: Bos Mandiri Sarankan Bank Indonesia Mulai Ubah Arah Kebijakan

Kepala Departemen Pendalaman Pasar Keuangan Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsyah mengatakan, terjadinya arus keluar dana asing (capital outflow) pada pasar SBN maupun saham hanya pada portofolio yang bersifat jangka pendek atau (shortterm). Sedangkan yang bersifat jangka panjang (longterm) masih menahan dananya di dalam negeri. 

"Semua real money investor masih stay, mereka masih percaya ekonomi Indonesia," ujar dia dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Jumat (4/5/2018).

Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS Sentuh Rp13.747 per Dolar AS

Dia menyatakan, saat ini imbal hasil SBN sebesar 6,9% jauh lebih besar ketimbang yang ditawarkan imbal hasil UST hanya 2,9%. Hal ini dinilai menjadi daya tarik asing untuk mau kembali menanamkan dananya di Indonesia.

"Saat ini memang ada penyesuaian di luar, tapi kami meyakini mereka akan kembali lagi, tapi dari beberapa tresury penyesuaian portofolio asing 2016 dan 2017 selalu kembali ke Indonesia," katanya.

Baca Juga: BI Sempurnakan Aturan Operasi Moneter, Seperti Apa?

Selain itu, menurutnya sangat jarang negara emerging market menawarkan imbal hasil sebesar Indonesia, kalau pun ada, secara fundamental ekonomi pun jauh berbeda. Saat ini, kondisi ekonomi Indonesia dinilai fundamental dengan defisit transaksi berjalan (Current Account Defisit/CAD) yang masih dibawah batas aman 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Serta inflasi yang terjaga dalam sasaran 3,5% plus minus 1%.

"Jika yield sama fundamentalnya berbeda, bandingkan dengan Brazil yang inflasinya 9%, kita maintance di 3,5%. Secara matrik makroekonomi kita fundamental. Dengan yield menarik akan buat Indonesia tetap  menjadi magnet investor portofolio," jelasnya.

Rupiah Tak Berisiko Melemah ke Level Rp15.000 per Dolar AS

Oleh sebab itu, menurutnya penting untuk terus memastikan kebijakan makroekonomi baik moneter maupun fiskal bisa kredibel dan konsisten sehingga investor asing bisa terus bertahan. Capaian inflasi maupun CAD yang terjaga, dinilai Nanang menunjukkan kebijakan makroekonomi sudah kredibel.

Kata dia, ini dibuktikan dengan peningkatan rating yang didapatkan Indonesia dari lembaga internasional Moody’s, JCRA, dan R&I serta dimasukkannya obligasi negara ke dalam Bloomberg Global Bond Index.

"Jadi itu modal dasar untuk memperkuat keyakinan kita, bahwa kita melalui tekanan eksternal dapat bertahan dengan cukup baik. Karena sudah dilalui berkali-kali dan kita melaluinya dengan cukup baik," jelasnya.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement