JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan pelatihan sertifikasi ahli Keamanan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Acara dibuka oleh Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin.
Acara pemberian sertifikasi itu sendiri diikuti oleh 58 peserta yang terdiri dari General Manager (GM), Direktur Utama, Direktur perusahaan konstruksi baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ataupun swasta.
Dalam acara tersebut juga turut ditandatangani komitmen rencana aksi keselamatan konstruksi. Komitmen ini ditandatangani langsung oleh para Direksi dari perusahaan-perusahaan konstruksi seperti PT Wijaya Karya (Persero), PT PP, hingga PT Adhi Karya (Persero).
Dalam sambutannya, Syarif mengatakan adanya acara pemberian sertifikasi ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi di dalam badan usaha. Khususnya dalam aspek keamanan yang belakangan selalu mendapatkan sorotan.
Baca Juga: Mengejar Ketertinggalan Infrastruktur Indonesia dengan Rp5.000 Triliun
"Tujuannya untuk tingkatkan kapasitas dan kompetensi dalam jajaran badan usaha," ujarnya saat membuka acara pemberian sertifikasi di Hotel Century, Jakarta, Rabu (25/7/2018).
Menurut Syarif, belakangan sektor K3 selalu mendapatkan sorotan dari berbagai pihak. Hal tersebut seiring terjadinya rentetan kecelakaan konstruksi pada pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh kontraktor.
"Dari peristiwa lalu membuka mata bahwa ternyata konsentrasi untuk selesaikan pekerjaan, percepatan sehingga di satu sisi lupa dampak terjadi akibat enggak jadi prioritas (K3)," ucapnya.
Menurutnya, banyaknya kecelakaan konstruksi yang terjadi saat ini, disebabkan aspek keselamatan yang menjadi tempelan semata. Sebab secara fungsi, hampir kebanyakan perusahaan konstruksi justru tidak menjalankan hal tersebut.
"K3 hanya simbol, bahkan ada safety first di tiap proyek dibuat di bentuk tertulis besar. Bahkan K3 jadi bagian administrasi saja dan bersembunyi biaya umum mau digunakan apa enggak. Ini membuat K3 biasa saja sebab mulai proses kita jadikan ketiga, keempat kelima padahal safety first ada pertentangan yang ditulis," jelasnya.
Padahal menurutnya, jika pimpinan memahami betapa pentingnya aspek keselamatan tentunya kejadian seperti itu akan sangat mudah ditangani. Namun pada kenyataannya, banyak sekali pimpinan proyek maupun perusahaan mengabaikan hal tersebut.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)