JAKARTA – Debut perdana di pasar modal, saham PT Super Energy Tbk (SURE) naik tajam 69,03% atau naik Rp107 dari harga penawaran umum perdana Rp155 menjadi Rp262 per saham. Lantaran kenaikan tajam tersebut, saham SURE langsung terkena auto reject. Auto rejection merupakan penolakan secara otomatis oleh sistem perdagangan efek yang berlaku di bursa terhadap pembelian dan/atau penjualan efek yang melampaui batasan harga yang ditetapkan oleh BEI.
Baca Juga: Incar Dana IPO Rp40 Miliar, Yelooo Integra Buka Harga Rp250-Rp375/Saham
Sementara volume perdagangan saham di pasar reguler hingga waktu tersebut mencapai 10.000 unit senilai Rp2,62 juta dengan frekuensi perdagangan sebanyak satu kali. Saham SURE juga mengalami kelebihan permintaan hingga 4 kali dari seluruh saham yang ditawarkan.”Permintaan initial public offering (IPO) oversubscribed 4 kali lipat dari jumlah yang ditawarkan,” kata Direktur Utama SURE, Agustus Sani Nugroho di Jakarta, dikutip dari Harian Neraca, Senin (8/10/2018).
Lewat IPO ini, perusahaan melepas 240 juta saham baru atau 20% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Harga saham perdana adalah Rp155, sehingga perseroan meraih dana segar sebesar Rp37,2 miliar. SURE adalah perusahaan energi terintegrasi dan memiliki dua entitas anak yang bergerak di bidang pengolahan gas suar serta distribusi Compressed Natural Gas (CNG). Bersamaan dengan penawaran umum perdana, perseroan menerbitkan 297,57 juta saham baru dalam rangka Mandatory Convertible Bond (MCB) senilai Rp46,12 miliar. MCB akan diserap oleh Asian Global Energy Pte. Ltd. (AGE).
Setelah IPO dan konversi MCB, kepemilikan PT Super Capital Indonesia di SURE akan berkurang menjadi 64,06% dari sebelumnya 99,93%. Kepemilikan PT Superstrada Indonesia juga terdilusi menjadi 0,04% dari sebelumnya 0,07%. Adapun kepemilikan publik akan terdilusi menjadi 16,03% dari sebelumnya 20%. Sementara itu, AGE sebagai pemegang MCB mendapatkan 19,87% saham SURE.
Kemudian untuk menggenjot kapasitas produksi gas, perseroan tengah menjajaki sumber bahan baku di wilayah yang memiliki produksi gas alam baik milik Pertamina maupun produsen gas lainnya. Kata Agustus Sani Nugroho, pihaknya memerlukan peningkatan produksi sebanyak tiga kali lipat. Saat ini Super Energy memproduksi 20 mmscfd gas dari tiga pabrik.”Sekarang kami tengah mengincar beberapa wilayah, cuma prosesnya kan harus dijajaki dulu, keekonomiannya dilihat, seperti Riau. Tidak hanya suplai tapi kan juga permintaannya ada atau tidak," ujarnya.