Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Nilai Eksposur Asuransi Akibat Tsunami di Selat Sunda Capai Rp15,9 Triliun

Nilai Eksposur Asuransi Akibat Tsunami di Selat Sunda Capai Rp15,9 Triliun
Ilustrasi: (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menyatakan, berdasarkan database eksposur risiko yang tercatat melalui sesi risiko gempa di PT Reasuransi Maipark Indonesia, total eksposur asuransi nasional yang berlokasi di provinsi Banten dan Lampung sebesar Rp307 triliun yang terdiri dari 17.843 risiko. Dari nilai eksposur tersebut, paling tidak ada sekitar 191 risiko senilai Rp15,9 triliun yang berlokasi di bibir pantai.

"Risiko yang berada di daerah pantai inilah yang kemungkinan terdampak tsunami pada 22 Desember 2018 lalu," ujar Direktur Eksekutif AAUI Dody S. Dalimunthe dalam keterangan tertulisnya, dikutip dari Harian Neraca, Jakarta, Jumat (28/12/2018).

Menurut dia, pihaknya mencatat di Kabupaten Pandeglang, Banten, nilai eksposur Rp820,3 miliar dan nilai pertanggungan yang berlokasi di pinggir pantai Rp221 miliar. Sedangkan untuk Kabupaten Serang, Banten, nilai eksposur sebesar Rp41,3 triliun dan nilai pertanggungan yang berlokasi di pinggir pantai Rp15,67 triliun.

Baca Juga: Listrik Telah Pulih 100% Pasca-Tsunami Selat Sunda

Sementara untuk Kabupaten Lampung Selatan, nilai eksposur sebesar Rp3,95 triliun, Kabupaten Pesawaran nilai eksposur Rp 0,4 miliar, dan Kabupaten Tanggamus nilai eksposur Rp303,64 miliar. Sedangkan untuk nilai pertanggungan yang berlokasi di pinggir pantai di ketiga lokasi tersebut masih diidentifikasi.

Dia menjelaskan pada zonasi asuransi gempa bumi Indonesia terbaru yang diberlakukan sejak Januari 2017, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Pesawaran masuk zona gempa bumi IV sedangkan Kabupaten Tenggamus masuk ke zona gempa bumi tertinggi yaitu zona V (lima).

Dia pun meminta Perusahaan Asuransi Umum yang menerbitkan Polis Asuransi Standar Gempa Bumi Indonesia (PSAGBI), agar segera melakukan langkah-langkah proses penanganan klaim sesuai dengan liability penanggung.

"Sampai saat ini nilai kerugian masih menunggu laporan klaim dari semua perusahaan asuransi, di mana angkanya masih belum final dan akan terus berkembang dikarenakan proses identifikasi dan verifikasi masih dalam proses," ujarnya.

AAUI juga mendorong perusahaan asuransi umum anggota AAUI untuk menginventarisir dampak tsunami berupa kerugian per lini bisnis asuransi. Dengan kondisi lapangan yang masih kurang kondusif, memang dibutuhkan waktu untuk memproses dan menghitung potensi klaim.

"Untuk memudahkan koordinasi penanganan klaim, perusahaan asuransi juga diharapkan segera melakukan proses penanganan klaim secara profesional dan jika perlu menyediakan call center dan posko penanganan klaim dan melakukan jemput bola agar meringankan beban masyarakat yang tertimpa musibah," ujarnya.

Baca Juga: Pasca-Tsunami, Menhub Akui Jumlah Penumpang Kapal Menurun

"AAUI mengimbau kepada Tertanggung yang memiliki polis asuransi gempa bumi dan mengalami kerugian akibat risiko gempa bumi dapat segera melaporkan kerugian tersebut kepada perusahaan asuransi penerbit polis," ujarnya.

Secara terpisah, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, usai bencana tsunami Selat Sunda pada Sabtu (22/12) lalu, banyak fasilitas umum dan fasilitas sosial di wilayah Banten dan Lampung yang rusak.

"Saya kira kalau fasos fasum akan kita perbaiki, tidak hanya dua sekolah yang dilaporkan rusak. Tapi kalau ada madrasah dan masjid juga akan kita perbaiki," ujarnya di Kementerian PUPR.

Menurut dia, data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ada sekitar 600 rumah di Banten dan Lampung yang harus diperbaiki. "Kalau dari data BNPB ada sekitar 600 rumah. Kalau jalan mungkin hanya untuk yang ke daerah Serta (Kabupaten Pandeglang, Banten) saja, yang lainnya kan oke semua," ujarnya.

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement