Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Selain Relaksasi DNI, Perizinan Masih Jadi Masalah Utama Investasi

Feby Novalius , Jurnalis-Selasa, 29 Januari 2019 |14:07 WIB
Selain Relaksasi DNI, Perizinan Masih Jadi Masalah Utama Investasi
Ilustrasi (Foto: Shutterstock)
A
A
A

JAKARTA - Pemerintah melalui Paket Kebijakan Ekonomi XVI telah mengeluarkan kebijakan relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI). Sejak diluncurkan, lantas seperti apa dampak terhadap investasi di Indonesia?

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai, relaksasi DNI ini diharapkan bisa mendorong pertumbuhan investasi di dalam negeri. Namun sebenarnya masih ada faktor lain pendorong investasi yang dinilai pengusaha lebih penting yaitu soal kemudahan perizinan.

"DNI hanyalah salah satu aspek penting, tetapi bukan yang terpenting. Permasalahan utama di sini itu adalah perizinan. Hal ini dulu yang diperbaiki. Selain itu, kita juga perlu merumuskan kebijakan bagaimana investasi mereka tetap di sini, profitnya tidak semuanya dibawa keluar negeri sehingga berkontribusi terhadap perekonomian kita juga," ujar dia, dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Selasa (29/1/2019).

Baca Juga: Pilihan Instrumen Investasi Terbaik di 2019, dari Emas hingga Saham

Dia melanjutkan, sektor yang masuk dalam daftar relaksasi DNI juga sudah bisa dikelola sendiri oleh pengusaha dalam negeri. Sehingga sebenarnya relaksasi tersebut tidak mendesak untuk dilakukan.

"Revisi DNI ini juga banyak yang merupakan sektor yang sudah bisa dipegang pengusaha, tidak terlalu urgent" katanya.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, relaksasi DNI ini menjadi jalan bagi terjadinya liberalisasi ekonomi. Namun dampaknya justru kurang menguntungkan bagi ekonomi Indonesia.

Baca Juga: Coca-Cola dan Apple Komit Tingkatkan Investasi di Indonesia

"Liberalisasi dengan membuka pintu masuk bagi investor asing di sektor DNI itu berdampak negatif bagi perekonomian masyarakat. Investor boleh masuk tapi harusnya ada sharing dengan pemain lokal dan saham pengendali ada di pengusaha lokal, bukan 100% diberikan ke asing," ujarnya.

Menurut Bhima, ada risiko yang harus dihadapi dari dibukanya DNI ini. Salah satunya yaitu pertumbuhan ekonomi yang semakin tidak inklusif lantaran kegiatan ekonomi akan dikuasai oleh investor skala besar saja.

"Jika ada profit pun akan ditransfer ke negara induknya. Ini yang membuat neraca pembayaran terus mengalami tekanan. Pendapatan investasi kita defisit USD31,2 miliar karena transfer modal keluar negeri. Repatriasi modal keluar negeri ujungnya merugikan rupiah dalam jangka panjang," kata dia.

(Feby Novalius)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement