“Dua hal yang sekarang menjadi concern yakni aspek seluruh administrasi perizinan pengoperasian sampai bagaimana kita menciptakan integrasi antar moda sebagai satu sistem manajemen angkutan umum yang baik. Untuk tarif, kan sudah ada tim tarif yang mena ngani,” ungkapnya.
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) DKI Jakarta Iskandar Abu Bakar menyebutkan, tarif LRT yang direkomendasikan ke Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebesar Rp10.800. Besaran tarif tersebut masih di luar subsidi yang akan diberikan Pemprov DKI.
Pemprov DKI kemudian akan menghitung berapa besaran subsidi yang dikeluarkan. Apabila subsidi dari Pemprov DKI semakin besar, tarif bisa makin kecil atau murah. Hal itu yang diterapkan di negara maju seperti Singapura. “Ini investasi Pemprov DKI dan Jakpro. Kalau investasi Pemprov DKI lebih besar, ya tarif lebih kecil. Infrastruktur transportasi massal umumnya menjadi investasi pemerintah,” ujar Iskandar. Pengamat transportasi Dharmaningtyas menilai LRT Jakarta hanya akan menjadi moda transportasi hiburan lantaran posisinya berada di lingkungan perumahan elite Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Baca Juga: Bos Adhi Karya Curhat Pembebasan Lahan Jadi Biang Keladi Molornya LRT Jabodebek
“Siapa yang mau naik, orang di sana kayakaya. Mereka lebih pilih naik mobil dibandingkan LRT,” ujarnya beberapa waktu lalu. Menurut dia, LRT lebih siap menjadi moda transportasi akhir pekan pada Sabtu dan Minggu saja, ketika masyarakat akan mencoba menggunakan transportasi ini untuk wisata.
Apalagi dengan jarak kurang dari dua kilometer, orang akan memilih menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan transportasi umum, terlebih di ruas yang dilintasi LRT tidak ada kemacetan berarti.
Karena itu, Tyas meminta Pemprov DKI lebih mengembangkan bus Transjakarta dibandingkan LRT. Dukungan finansial hingga kebijakan lebih diperlukan Transjakarta demi memperpanjang perjalanan dan menambah koridor. “Ini sangat efisien dibandingkan proyek tambahan jalur LRT,” katanya.
(Bima Setiyadi)
(Kurniasih Miftakhul Jannah)