Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Keakuratan Data Garam Jadi Penentu Kebijakan Impor

Keakuratan Data Garam Jadi Penentu Kebijakan Impor
Ilustrasi (Foto: Reuters)
A
A
A

JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebut data yang akurat terkait suplai dan permintaan garam menjadi kunci utama dalam kebijakan impor komoditas tersebut.

"Perkara impor tidak impor itu bukan boleh atau tidak boleh. Perkara impor itu perkara produksi berapa dan kebutuhannya berapa," kata Direktur Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi, dikutip dari Harian Neraca, di Jakarta, Selasa (5/3/2019).

Brahmantya menuturkan, selain data produksi dan kebutuhan yang akurat, dibutuhkan pula keakuratan klasifikasi kebutuhan garam bagi industri manufaktur. Menurut dia, dengan klasifikasi kebutuhan garam industri yang akurat, maka akan lebih mudah mencari pengganti garam impor yang selama ini digunakan industri manufaktur.

"Dengan pengklasifikasian yang benar dan data 'supply and demand' yang benar, maka di 2021 perlu impor atau tidak itu kembali kepada jumlah produksi domestik. Semua produksi komoditas itu berdasarkan atas data 'supply and demand' yang benar," katanya.

Baca Juga: Menteri Susi Minta Impor Garam 2019 Dikurangi

Brahmantya mengatakan KKP pun berharap impor bisa disubstitusi semaksimal mungkin oleh garam rakyat yang diproduksi di dalam negeri. Ia mengaku terus mendorong agar petambak garam bisa mencari potensi pelanggan baru sehingga pasokan komoditas itu tidak dimainkan oleh sejumlah oknum.

"Misalnya di pelabuhan perikanan, garam rakyatnya mungkin disuplai pengepul. Maka kalau punya koperasi, mereka (petambak) bisa langsung (menawarkan produk) ke industri yang butuh. Hal-hal seperti inilah yang kita lakukan," katanya.

Impor garam pada 2017 mencapai 2,55 juta ton. Kemudian, impor pada 2018 naik menjadi sebesar 2,72 juta ton dan 2,72 juta pada 2019. Sementara produksi garam pada 2018 mencapai 2,72 juta ton dengan stok awal yang ada di produsen dan konsumen mencapai 325.099 ton. Sedangkan pada 2017, produksi hanya mencapai 1,11 juta ton dengan stok awal sebesar 783.187 ton.

KKP menyatakan akan ada mekanisme "review" atau tinjauan ulang setiap tiga bulan untuk membahas kebijakan kuota impor garam. "Mekanisme 'review' ini melihat histori tahun lalu (2017) ketika impor ditetapkan 3,7 juta ton ternyata 'performance' (realisasi) hanya 2,6 juta ton. Akhirnya Kemenko Ekonomi menetapkan mekanisme itu," kata Brahmantya.

Baca Juga: Garam Asal Pangandaran, Kualitasnya Layak Ekspor

Mekanisme tinjauan ulang itu menurut Brahmantya akan dimulai Maret ini. Nantinya, dalam rapat koordinasi di Kemenko Ekonomi, KKP akan mengajukan tinjauan atas kebijakan impor garam yang ditetapkan sebesar 2,7 juta ton tahun ini. "Kami akan ingatkan Kemenko untuk 'review' terkait yang 2,7 juta ton itu sudah keluar berapa, realisasinya berapa," katanya.

Menurut Brahmantya, mekanisme tinjauan ulang perlu dilakukan lantaran produksi garam nasional masih mumpuni berkaca pada realisasi impor 2017 yang terpangkas. Dari target impor 3,7 juta ton di 2017, realisasinya kan cuma 2,6 juta ton.

"Kemarin (2017) dari (target) impor 3,7 juta ton, realisasinya kan cuma 2,6 juta ton. Ini membuat posisi tawar kita tinggi karena garam kita sebenarnya produksinya itu lebih baik," katanya.

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement