JAKARTA - Banyaknya laporan yang masuk ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta terkait sengketa utang-piutang antara perusahaan pemberi pinjaman online (fintech peer to peer/P2P lending) dengan debitur yang merasa dirugikan perlu mendapat perhatian serius pemerintah. Menjamurnya fintech P2P yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kerap diterjemahkan masyarakat awam sebagai kemudahan untuk mencari pinjaman.
Padahal jika tidak mampu mengelola dana dadakan itu dengan baik, akan semakin banyak masyarakat kita yang terjerat dalam utang. Oleh karena itu, sangat penting bagi OJK sebagai regulator industri finansial untuk mensosialisasikan bisnis fintech P2P lending ke masyarakat dengan menggandeng institusi pendidikan, media massa, dan beragam channel lainnya.
Pasalnya kehadiran fintech sedikit banyak telah mengubah pola konsumsi masyarakat Indonesia, terutama di kota-kota besar. Dengan teknologi yang diaplikasikan, masyarakat dimanjakan dengan kemudahan untuk meminjam uang demi memenuhi kebutuhan.
Irwan Trinugroho, Dosen Manajemen Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), menilai kehadiran fintech memang mampu meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia. Masyarakat yang sebelumnya tidak terjamah oleh perbankan maupun lembaga keuangan konvensional lain, menjadi terlayani berkat keberadaan fintech.
Baca Juga: Mau Ngutang ke Bank? Kenali Dulu BI Checking
Namun di sisi lain, muncul juga risiko orang-orang yang tidak mampu semakin terjepit tagihan utang dari P2P lending yang terus membengkak.
“Dari yang sudah-sudah, banyak orang yang terjebak di sistem pinjaman online. Orang pinjam uang untuk bayar utang yang lain, pinjam lagi untuk utang, begitu seterusnya,” ungkap Irwan dilansir dari CekAja.com.
Itulah sebabnya Irwan menganjurkan agar OJK dan institusi pendidikan mengedukasi masyarakat mengenai P2P lending. Mulai dari mensosialisasikan kriteria P2P lending yang aman, apa saja aturan yang harus diketahui masyarakat sebelum berutang, sampai mengajarkan masyarakat untuk menyesuaikan kemampuan membayar dengan jumlah uang yang mau dipinjam.
Ia menilai kampus dapat menjadi jembatan OJK memperkenalkan fintech P2P lending kepada generasi milenial. Oleh karena itu UNS berinisiatif menggandeng Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) dan Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) untuk membuka kesempatan magang, membuat pelatihan hingga workshop tentang fintech bagi mahasiswanya.
Pinjam dari Fintech Resmi
Adrian A. Gunadi, Ketua AFPI menjelaskan salah satu cara aman untuk memperoleh pinjaman dari P2P lending adalah dengan meminjam dari perusahaan fintech yang sudah terdaftar di AFPI. Karena saat ini banyak sekali oknum yang membentuk fintech abal-abal untuk mengambil keuntungan dari masyarakat kecil yang perlu utang.
Dengan terdaftar di AFPI, maka Adrian memastikan perusahaan-perusahaan itu tunduk kepada code of conduct alias peraturan yang dibuat oleh asosiasi. Misalnya secara transparan menjelaskan produk pinjamannya, mentaati standar penawaran produk, bersedia mencegah pemberian pinjaman berlebih, dan menerapkan praktik yang manusiawi dalam menagih.