Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

YLKI: Tarif MRT Rp10.000 Masih Masuk Akal

Retno Tri Wardani , Jurnalis-Rabu, 27 Maret 2019 |14:07 WIB
YLKI: Tarif MRT Rp10.000 Masih Masuk Akal
Foto: MRT Jakarta (Giri/Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta kepada Pemerintah agar besaran tarif Moda Raya Terpadu (MRT) harus memperhatikan aspek ability to pay atau kemampuan membayar konsumen. 

Bahkan harus ada gambaran konkrit, berapa sebenarnya alokasi anggaran/belanja transportasi calon konsumen MRT, dari total pengeluaran dan pendapatannya.

Hal ini harus diback-up dengan hasil survei yang komprehensif dan meyakinkan. Tanpa memerhitungkan aspek kemampuan membayar konsumen, maka MRT Jakarta akan ditinggal konsumennya, alias tidak laku.

 Baca Juga: Tarik Ulur Tarif MRT, dari Rp8.500 Jadi Rp14.000

Tarif MRT Jakarta fase I akhirnya resmi ditetapkan sebesar Rp14.000 dari Stasiun Bundaran Hotel Indonesia (HI) ke Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Tarif ini lebih tinggi dari keputusan DPRD DKI yang sebelumnya memutuskan tarif MRT sebesar Rp8.500 per 10 kilometer (km)

“Namun kemampuan membayar ini harus dielaborasi, siapakah mayoritas pengguna MRT? Pemprov juga harus punya data, untuk tujuan apa konsumen memilih menggunakan MRT? Jika tujuannya karena faktor kenyamanan dan efisiensi waktu tempuh maka tarif Rp10.000 juga masih make sense,” kata Tulus dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (27/3/2019).

Di sisi yang lain, managemen MRT Jakarta harus mengeksplorasi pendapatannya bukan hanya mengandalkan pendapatan tiket saja. Tak mungkin revenue dari tiket mampu menutup keseluruhan biaya operasional dan apalagi investasi.

Managemen PT MRT Jakarta harus kreatif dan cerdas untuk menggali pendapatan dari aspek komersial lainnya seperti sewa lahan, bisnis di area TOD, dan promosi/iklan. Asal jangan iklan produk tembakau, alias iklan rokok.

Guna optimalisasi peran MRT sebagai angkutan masal, YLKI juga mendesak Pemprov DKI, untuk melakukan rekayasa managemen trafik yang kuat, dan melakukan rerouting angkutan umum, termasuk melakukan rerouting Transjakarta.

 Baca Juga: Ini Daftar Lengkap Tarif MRT Jakarta Antar-Stasiun

Kemudian yang lebih mendesak, adalah melakukan pembatasan dan pengendalian penggunaan kendaraan pribadi di sepanjang koridor yang dilewati MRT. Pemprov DKI juga harus secara cepat menopang MRT dengan feeder transport (transportasi pengumpan) yang terintegrasi dengan stasiun MRT.

Jika operasional MRT dan LRT tidak ditunjang dengan tarif yang terjangkau, tidak ada pembatan penggunaan kendaraan pribadi, plus tak ada feeder transport yang memadai, maka MRT hanya akan menjadi besi tua di Kota Jakarta.

(Dani Jumadil Akhir)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement