JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) enggan berspekulasi apakah akan ada gugatan dari pegiat lingkungan terkait tumpahan minyak di sumur migas milik Pertamina Hulu Energi Offshore Nort West Java (PHE ONWJ). Kemungkinan gugatan itu muncul mengingat banyak warga yang terkena dampak pencemaran ini.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Djoko Siswanto mengatakan, pada saat rapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) tak ada pembahasan mengenai kemungkinan gugatan yang akan dilakukan kepada PT Pertamina. Justru DPR meminta kepada Pertamina untuk segera menyelesaikan permasalah tumpahan minyak ini.
Baca juga: Soal Tumpahan Minyak di Karawang, Pertamina Wajib Lapor ke DPR Tiap Minggu
“Tadi gak bahas itu, yang dibahas adalah komisi VII telah mendengarkan penjelasan kita, dan diminta pertamina untjk menindaklanjuti penanganan kebocoran sumur ini dan dampak lingkungannya,” ujarnya saat ditemui di Gedung DPR-RI, Jakarta, Rabu (11/9/2019).
Sementara itu senada dengan Djoksis, Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan, pihaknya enggan berkomentar mengenai gugatan. Dirinya meminta kepada rekan media untuk menanyak terkait hal tersebut kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Baca juga: PHE ONWJ Cairkan Kompensasi Tahap Awal Rp18,54 Miliar untuk Korban Tumpahan Minyak
“Gugatan hukum? Silahkan ke KLHK,” ucapnya.
Sebagai informasi, beberapa waktu lalu kasus serupa terjadi di teluk Balikpapan. Peristiwa pencemaran di Teluk Balikpapan terjadi pada April 2018 ketika 5.000 kilo liter minyak mentah tercecer.
Baca juga: PHE ONWJ Cairkan Kompensasi Tahap Awal Rp18,54 Miliar untuk Korban Tumpahan Minyak
Tumpahan minyak memicu kebakaran hebat sehingga tiga orang nelayan sempat hilang sebelum dinyatakan meninggal. Pencemaran ini dipicu oleh pipa minyak mentah Pertamina dari kilang di Balikpapan pecah tertarik jangkar kapal asing MV Ever Judger.
Akibat hal tersebut, Penggiat lingkungan Balikpapan menggugat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Menteri Perhubungan, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Gubernur Kaltim, Wali Kota Balikpapan, dan Bupati Penajam Paser Utara (PPU).
Pasalnya, peristiwa ini bukan cuma soal pencemaran minyak di perairan teluk. Dampak kerusakan lingkungan akibat pencemaran masih dirasakan masyarakat Balikpapan, PPU, dan Kutai Kartanegara hingga saat ini, termasuk matinya sembilan hektare hutan bakau di Kelurahan Margasari, Balikpapan. Perumahan nelayan ini persis di belakang kilang pengolahan minyak Pertamina Balikpapan.
Padahal hutan bakau di belakang kilang pengolahan minyak Pertamina itu dulunya rimbus. Sekarang kerusakan terlihat parah karena ribuan pohon bakau mengering tanpa ada daun.
(Fakhri Rezy)