Sebenarnya, tak hanya dana kelola, produk reksa dana per 14 November ini juga mengalami tren penurunan. Pada 14 November produk reksa dana hanya mencapai 2.165 saja.
Sementara pada Oktober 2019, produk reksa dana mencapai 2.189 produk. Angka bulan lalu juga sebenarnya lebih rendah dibandingkan bulan September yang mana mencapai 2.190 produk.
"Produknya 2.165 produk reksadana dan investor lebih dari 1,5 juta," ucapnya.
Selain itu, Hari Muljanto mengatakan, reksa dana saat ini menjadi instrumen investasi yang sangat diminati. Namun sayangnya, pertumbuhan industri reksa dana masih dikuasai oleh institusi.
Meskipun begitu, Hari menilai investor ritel ke depannya cukup strategis dan potensial untuk digarap. Apalagi jika melihat kondisi geografis Indonesia yang sangat luas.
"Selama ini kita kerja sama dengan perbankan, tapi perbankan hanya bidik nasabah prioritas dengan dana yang besar," ujarnya.
Menurut Hari, salah satu yang bisa terus didorong adalah investasi reksa dana lewat e-commerce. Utamanya investor ritel yang menuntut untuk mendapatkan pelayanan yang mudah dan cepat.
"Dengan hadirnya platform e-commerce menjadi terobosan tersendiri di industri reksa dana. Orang bisa mulai investasi kapan saja dengan nominal investasi yang kecil," ucapnnya.
Selain itu lanjut Hari, kehadiran e-Commerce juga bisa menyelesaikan berbagai permasalahan yang selama ini menghambat. Salah satu contohnnya adalah masih terbatasnya pengembangan produk-produk investasi yang ada.
Selain itu, hal lain yang juga dihadapi industri reksa dana yaitu meningkatkan jumlah investor dimana penetrasinya saat ini baru 0,8%. Padahal, beberapa negara di ASEAN bahkan penetrasi terhadap reksa dana sudah mencapai 20%.
"Semakin banyak investor ritel, semakin kuat dan sehat investasi reksadana," ucapnya.
(Fakhri Rezy)