Dia sudah bekerja beberapa bulan di Pieta. Gajinya dikirim ke anak yang masih kecil di luar penjara, dan sebagian untuk kursus desain tekstil.
Peru bukan satu-satunya negara yang membolehkan bisnis busana di dalam penjara. Di Finlandia, perusahaan bernama Papillon melakukan hal serupa sejak 2009.
“Selain menyediakan pekerjaan dan rehabilitasi di penjara dengan tujuan membuat narapidana aktif, tujuan kami juga membuat produk yang paling berkelanjutan,” kata direktur Papillon, Teemu Ruotsalainen.
Satu lagi perusahaan busana yang melakukan ini adalah Carcel di Denmark yang membuat busana di dua penjara perempuan, satu di Thailand dan satu lagi di Peru.
Pendirinya Veronica D'Souza mengatakan terilhami sesudah mengunjungi penjara di Kenya.
“Kata penjaga, para penghuni tak melakukan apa-apa, dan mereka depresi karenanya."
Florian Irminger, direktur lembaga advokasi Penal Reform International mengatakan organisasinya setuju narapidana boleh kerja untuk perusahaan, dengan syarat mereka tidak dieksploitasi.
“Kami percaya upaya rehabilitasi penjara, termasuk mempekerjakan narapidana, penting dan harus didasarkan pada kontrak yang disepakati dengan bebas oleh para narapidana,” katanya.
“Pekerjaan harus memperbaiki kehidupan para narapidana, terutama di negara berpendapatan rendah, juga harus berkontribusi terhadap kehidupan mereka jangka panjang. Misalnya melalui pelatihan dan sertifikat." Demikian seperti dilansir BBC Indonesia, Jakarta, Senin (6/7/2020).
Kembali ke Peru, Thomas Jacob mengatakan narapidana yang terlibat di Pieta “senang karena ada yang dikerjakan".
“Motivasi para narapidana adalah untuk mencari uang dan belajar profesi baru, dan dengan demikian mereka juga bisa mengurangi waktu hukuman,” katanya.
“Ketika selesai menjalani hukuman, kami harap perilaku mereka juga berubah”.
(Dani Jumadil Akhir)