Walaupun badai rush sudah berlalu, tetap saja meninggalkan dampak buruk yang dahsyat. Akibat devaluasi dan bunga kredit yang tinggi, banyak perusahaan berjatuhan dan menimbulkan kredit macet. Ini merupakan pukulan telak bagi setiap bank termasuk LippoBank.
Untuk mengatasi masalah tersebut, hanya ada dua pilihan: melepas semua saham dan menyerahkan LippoBank kepada Bank Indonesia atau berusaha menginjeksi modal kerja.
Setelah mempertimbangkan dengan saksama, akhirnya saya putuskan menambah modal kerja dengan menjual 70 persen saham Lippo Life kepada Perusahaan Asuransi Jiwa AIG, Amerika Serikat, untuk menyelamatkan 70 persen saham Lippo Life untuk menebus barang jaminan berupa harta tidak bergerak. Secara tidak langsung, ini merupakan titik awal perusahaan Lippo Group dari bisnis keuangan ke bisnis properti.
(Feby Novalius)