JAKARTA - Pemerintah saat ini sedang membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja. Pembahasan klaster ketenagakerjaan masih terus dibahas pemerintah dan Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR).
Pemerintah mengajukan tujuh substansi pokok perubahan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja. Ketujuh substansi tersebut di antaranya adalah waktu kerja, rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA), pekerja kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), alih daya atau outsourcing, upah minimum, pesangon PHK, dan program jaminan kehilangan pekerjaan.
Baca Juga: RUU Cipta Kerja Disahkan, Ini Daftar Stimulus Pembiayaan hingga Kemitraan bagi UMKM
Menanggapi itu, Ketua Umum Serikat Pekerja Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Sudarto mengatakan, pihaknya telah berkirim surat kepada Presiden Jokowi, DPR dan kementerian terkait bahwa RUU Omnibus Law meresahkan pekerja.
“Kami mempunyai tiga keinginan agar tidak diabaikan pemerintah dalam RUU tersebut. Pertama yakni meminta semua hak dan perlindungan tenaga kerja tetap terjaga sebagaimana mestinya,” paparnya, dalam keterangan tertulis, Kamis (1/10/2020).
Baca Juga: RUU Cipta Kerja Segera Disahkan, Andreas Eddy: Stimulus Dongkrak UMKM
Keinginan Kedua, industri sebagai sawah ladang pekerja diperhatikan dan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang agar bisa mensejahterakan pekerjanya dan memperluas lapangan kerja. Ketiga, peran serikat pekerja sebagai wakil pekerja hendaknya diberikan porsi dalam pengambilan keputusan kebijakan ketenagakerjaan maupun regulasi yang menyangkut ketenagakerjaan.
"Selama omnibus law tidak menggangu usulan tersebut, kami mendukung tapi kalau mengganggu, kami pasti menyatakan menolak," ujar Sudarto.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Ristadi meminta kepada seluruh buruh untuk tetap tenang dalam menunggu pengesahan RUU Ciptaker. Dia mengaku telah menyuarakan kritisi soal substansi RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan.