SOLO - Margono terlihat tengah mengawasi pekerjanya membuat pola batik di atas kanvas, saat Okezone tiba rumah sekaligus tempat produksi di Laweyan, Solo.
Tatapan mata Margono begitu tajam memperhatikan setiap pola yang dibuat karyawannya itu. Sesekali, Margono meminta karyawannya itu untuk mengulangi kembali gambar yang dibuat.
"Ya begini pekerjaaan saya setiap hari. Meski batik ini bukan untuk diekspor, tapi pesanan orang yang ingin punya hajat, tapi harus rapi dan bagus,"papar Margono mengawali pembicaraan pada Okezone, Jumat (2/10/2020).
Baca Juga: Jelang Resesi, Yuk Bikin Usaha agar Tak Cuma Andalkan Gaji
"Buat hajatan, memang masih boleh pak di saat Covid ini,"tanya okezone pada Margono.
Margono menjawab, memang di saat Covid ini, hajatan dengan skala besar dilarang. Tapi untuk skala terbatas, masih diperbolehkan.
"Kalau jumlahnya kecil, sak kodi (isi 24) ada," ujarnya.
Tetap melayani pembeli batik dalam jumlah terbatas, terpaksa dilakukan Margono agar tetap bisa bertahan. Karena, sejak Pandemi Covid-19, usaha batik mengalami kelesuan yang luar biasa.
Baca Juga: 7 Kiat Membangun Startup, Jangan Salah Pilih Tim Kerja
Bahkan Margono menyebut, masa Pandemi Covid-19 ini merupakan masa terburuk yang dialaminya. Bahkan saat krisis moneter diera 1998 saja, dirinya masih bisa mengekspor batik hingga Amerika.
"Masa pandemi Covid-19 ini merupakan masa terburuk yang harus kami hadapi. Saat krisis ekonomi di era reformasi saja tidak seperti sekarang. Masih bisa ekspor ke Amerika saya,"ujar Margono.
Menurut Margono, dirinya merintis usaha batik sejak tahun 1976 silam. Kala itu, Batik merupakan primadona dimasa itu. Banyak anak-anak muda, termasuk dirinya yang ikut-ikutan membuka usaha batik.