JAKARTA - Perusahaan yang menjual masker kini diminta untuk segera melebeli produknya dengan sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI). Karena pemerintah berencana untuk mewajibkan seluruh produk masker harus berstandar SNI.
Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan dan Halal Badan Standarisasi Nasional (BSN) Wahyu Purbowasito Setyo Waskito mengatakan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan lebel SNI ada dua jenis. Pertama adalah biaya yang dihitung satu produk yang kedua adalah borongan dengan jenis produk yang sama.
Baca Juga: Masker Mau Dapat Label SNI, BSN: Bisa Cepat Bisa Lama
Namun dari dua jenis tersebut, biaya yang dikeluarkan dihitung berdasarkan dua hal. Pertama adalah biaya berdasarkan pengujian di laboratorium.
Masing-masing produk juga tidak sama antar satu dengan yang lainnya. Karena, makin banyak produk yang diuji makin banyak uang yang dikeluarkan, namun makin banyak lab yang bisa melakukan pengujian makin murah biaya yang dikeluarkan.
Baca Juga:Â Gunakan Masker Berkualitas untuk Mengurangi Risiko Tertular Virus
“Ada dua sisi yang dikeluarkan. Pertama adalah pengujiannya dulu. Pengujian ini kan butuh biaya juga. Ini tergantung parameternya. Makin banyak makin banyak keluar uangnya. Dan juga makin banyak labnya bisa kan kita enggak mengendalikan harga di sini jadi makin banyak yang bisa kan persaingan nih jadi turun gitu loh,” ujarnya saat dihubungi Okezone, Jumat (2/10/2020).
Selain itu, biaya juga memperhatikan tingkat kesulitannya dan juga bahan yang digunakanya. Artinya semakin sulit barang yang diujikan semakin mahal juga biayanya.
“Yang bisa mengujikan hanya sedikit ya mahal. Kalau pengujiannya sulit juga mahal. Tergantung bahan pengujiannya, kalau mahal otomatis mahal,” jelasnya.