Menurut Erick, kapasitas distribusi yang dimiliki Indonesia saat ini dikisaran derajat itu, aehingga, kemampuan vaksin untuk bertahan dalam suhu yang cocok dengan kapasitas distribusi Indonesia menjadi penting.
"Karena kalau kita harus membongkar sistem distribusi kita, misalnya dijadikan minus 20, ini nanti akan menghambat distribusi kita yang sudah kita lakukan. Kalo persiapan ini 3 tahun lagi beda," kata Erick.
Hal itulah yang ditegaskannya menjadi dasar pemerintah memilih vaksin buatan Sinovac, Cansino, Sinopharm ataupun AstraZeneca. Sementara itu, untuk vaksin buatan Pfizer maupun Moderna belum karena kebutuhan kapasitas produksi.
"Kenapa Pfizer dan Moderna belum bisa? Karena memang cold chainnya minus 75, yang satu minus 20. Untuk negara seperti Amerika pun, mereka akan ada transisi. Jadi ini, jangan nanti terpikir, bahwa pemerintah beli merk ini ini berbisnis. Tidak," jelasnya.
(Dani Jumadil Akhir)