Atas upaya Tong Djoe pula, pada tahun 1983 mantan Jaksa Agung Singapura Chen Wen De berhasil melakukan kunjungan pertamanya ke China, tepatnya di kota Xiamen. Sebaliknya pada 1984, terjadi kunjungan balasan dari pejabat China, sehingga saling kunjung itu mendasari hubungan China dan Singapura.
Tak lupa Tong Djoe yang hingga kini tetap WNI dan menolak tawaran berulang kali menjadi warga Singapura itu mulai menghubungkan antara China dan Indonesia.
Pada tahun 1985 diawali dengan adanya penandatanganan persetujuan dagang antara Indonesia dan China, meski belum ada normalisasi hubungan diplomatik.
Dari awalnya perjanjian dagang itu akhirnya Presiden Soeharto mengundang PM China saat itu Li Peng pada 6 Agustus 1990, dan dua hari kemudian dilakukan peresmian pemulihan hubungan diplomatik Indonesia dan China.
Pada tahun 25 Agustus 1998, atas jasa-jasanya Presiden Indonesia saat itu BJ Habibie menganugerahi Bintang Jasa Pratama kepada Tong Djoe melalui Menteri Luar Negeri Ali Alatas.
Menlu mengungkapkan dalam sebagian butir pidatonya bahwa dengan keahliannya di bidang usaha swasta, Tong Djoe membuktikan kepada dunia bahwa seseorang, di mana pun, selama mengemban dedikasi yang tinggi, dan rasa nasionalis yang kuat, ia selalu bisa melakukan sesuatu bagi negara dan rakyat.
"Dalam membantu perjuangan rakyat Indonesia pada masa revolusi mencapai kemerdekaan dan dalam mengisi kemerdekaan, saudara Tong Djoe telah memberikan banyak sumbangan tanpa memperhitungkan nama dan keuntungan. Bahkan di bidang diplomatik, beliau membantu pemulihan diplomatik antara RI dan RRT (China)," ungkap Ali Alatas.
Tak lupa Alatas juga menyatakan terimakasihnya atas upaya Tong Djoe membantu proses pertumbuhan badan usaha milik negara, PT Pelni dan Permina.