Dia menjelaskan ada teknologi yang dapat digunakan untuk pilot project ini, yaitu multi-stage fractured horizontal (MSFH).
Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan dana komitmen kerja pasti (KKP) atau cost recovery. Estimasi biaya per sumur sekitar 22 juta dolar AS.
"Penentuan lokasi pilot project harus dikaji betul karena biayanya sangat mahal. Kami berharap pengeboran ini bisa memperoleh data yang berguna. Kami akan pakai sebagai proof of concept," ujar Tutuka.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, potensi migas non konvensional di Indonesia, yaitu CBM sekitar 453,30 TCF dan shale gas 574 TCF.
Diketahui, migas non konvensional mulai dikembangkan di Indonesia tahun 2008 melalui penandatanganan wilayah kerja Sekayu. Namun, perkembangannya belum menggembirakan.
Dari 54 kontrak wilayah kerja gas metana batu bara yang ditandatangani mulai 2008-2012, saat ini tersisa 20 wilayah eksisting. Sedangkan enam kontrak migas non konvensional yang ditandatangani 2013-2016 hanya menyisakan empat kontrak migas non konvensional eksisting.
Sementara mulai 2017 hingga saat ini tidak terdapat tanda tangan kontrak wilayah kerja migas non konvensional.
(Dani Jumadil Akhir)