JAKARTA - Investor atau Pelaku bisnis sektor keuangan dinilai perlu terus mencermati perubahan sikap atau "stance" bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve terhadap pergerakan pasar ke depan.
"Secara historis, sekitar dua tahun sebelum rencana kenaikan suku bunga, The Fed akan mulai pelan-pelan mengurangi secara bertahap pemulihan likuiditas dari pasar. Indonesia punya pelajaran yang bisa dijadikan acuan, di 2013 kita sudah pernah menghadapi taper tantrum, dan itu memberikan tekanan terhadap pasar keuangan di emerging market," ujar Deputi Komisioner Stabilitas Sistem Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agus E Siregar dilansir dari Antara, Selasa (6/7/2021).
Baca Juga:Roda Ekonomi RI Tetap Berjalan meski Tersendat Selama PPKM Darurat
Agus menyampaikan, taper tantrum (gejolak keuangan sebagai dampak dari pengurangan pembelian obligasi leh bank sentral AS Federal Reserve) pada 2013 menekan pasar keuangan di negara berkembang, khususnya yang memiliki ketidakseimbangan eksternal tinggi.
Saat ini, keseimbangan eksternal negara-negara berkembang membaik, termasuk The Fragile Five yaitu Turki, Brazil, Indonesia, Afrika Selatan, dan India. Namun, kerentanan baru perlu diperhatikan, terutama apabila memiliki beban pembiayaan yang sudah cukup tinggi.
Baca Juga: Di Depan Jokowi, Sri Mulyani Sebut APBN Motor Penggerak Ekonomi
"Kalau kita lihat Indonesia current account deficit atau CAD-nya dibandingkan PDB, kondisi sekarang lebih baik dibandingkan 2013. Demikian juga beberapa faktor lain. Hanya satu faktor Indonesia yang lebih jelek dibandingkan 2013 yaitu Debt to Service Ratio, tapi ini aspek yang pengaruhnya tidak signifikan," kata Agus.