JAKARTA - SKK Migas menyiapkan empat strategi untuk mereduksi emisi karbon dalam kegiatan eksplorasi dan produksi migas di Indonesia. Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan jurus yang pertama adalah strategi zero flare.
"Kalau di ladang-ladang minyak kelihatan ada api, itu kami harus buat menjadi zero," kata Dwi, Selasa (19/10/2021).
Flare adalah gas yang dihasilkan oleh kegiatan eksplorasi dan produksi migas yang dibakar secara kontinyu maupun yang tidak kontinyu karena tidak dapat ditangani oleh fasilitas produksi atau pengolahan yang tersedia, atau belum bisa terjual secara ekonomis.
Baca Juga: Pemakaian Produk Lokal di Hulu Migas Tembus Rp39 Triliun
SKK Migas telah menyampaikan kepada para pengelola lapangan migas untuk menghentikan pemanfaatan flare karena kegiatan itu melepas emisi ke udara, lalu menggunakannya untuk kegiatan ekonomi dan sosial mulai dari jaringan gas rumah tangga hingga pemanas air.
Saat ini, pemanfaatan flare telah memberikan kontribusi bagi perusahaan migas, seperti Pertamina EP yang dapat menghemat biaya bahan bakar sebesar 66,8%. Sedangkan pemanfaatan flare di Premier Oil dapat menambah 0,65 MMSCFD penjualan gas.
Baca Juga: Penerimaan Negara dari Hulu Migas Rp125 Triliun
Strategi kedua adalah pengurangan emisi melalui teknologi enhanced oil recovery (EOR) dengan melakukan injeksi karbon dioksida pada lapangan migas.
"Kalau kita ambil gas bumi seringkali gas itu mengandung karbon dioksida. Kalau dulu gas itu dilepas, nanti kami akan proses CO2 itu tidak dilepas tapi diinjeksikan ke dalam," ujar Dwi.
Strategi ketiga, SKK Migas akan mendesain tempat penangkapan, utilisasi, dan penyimpanan karbon yang bernama carbon capture, utilization, and storage (CCUS).