Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Ketika Tukang Bubur Didenda Rp5 Juta tapi Kerumunan di Mal Bandung Cuma Rp500.000, Ternyata Ini Alasannya

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Selasa, 08 Februari 2022 |21:05 WIB
Ketika Tukang Bubur Didenda Rp5 Juta tapi Kerumunan di Mal Bandung Cuma Rp500.000, Ternyata Ini Alasannya
Kebijakan Denda di Mal dan Pedagang Bubur (Foto: Okezone)
A
A
A

Pakar hukum tata negara: 'Kok terasa tidak adil'

Namun menurut ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti, kasus seperti ini tidak perlu terjadi apabila peraturannya dibuat lebih rinci, baik di tingkat undang-undang atau peraturan daerah.

Bivitri menjelaskan, rinciannya itu misalnya mengatur tentang dampak negatif dari pelanggaran kerumunan.

"Dari segi dampak, jelas kalau pelanggarannya dilakukan oleh pengusaha mal, kemungkinan yang terkena dampak [tertular covid-19] bisa ratusan ribu orang," katanya.

"Sementara seorang tukang bubur, paling-paling berapa orang yang akan membeli bubur itu ya, mungkin 20 orang, atau maksimal 50 orang," tambahnya.

Belum lagi dari segi pendapatan ekonomi dari kedua subyek hukum itu, kata Bivitri. Pemilik mal adalah pengusaha besar, sementara penjual bubur adalah pengusaha kecil.

"Jadi saya kira menghitung dua hal itu saja, kita sudah menimbulkan pemikiran di kepala kita 'kok terasa sekali tidak adil' dari sudut kemampuannya tadi," tegas Bivitri.

Bivitri mengusulkan perincian itu dapat dilakukan dengan melakukan perubahan pada peraturan daerah atau undang-undang di atasnya.

Bagaimana reaksi warga kota Bandung?

Mal Festival Citylink Bandung dikenai denda administrasi Rp500 ribu dan ditutup selama tiga hari, karena menggelar atraksi barongsai yang menimbulkan kerumunan, Selasa (01/02).

Sanksi itu diberikan tidak lama setelah potongan video dari atraksi itu menyebar di media sosial. Sebagian warga Bandung menilai sanksi itu terlalu ringan dan tidak bakal menimbulkan efek jera.

Apalagi jika dibandingkan dengan denda yang dijatuhkan terhadap seorang tukang bubur di Tasikmalaya yang harus membayar sebesar Rp5 juta.

Jafar, warga Kota Bandung, menilai perbedaan nominal denda menggambarkan apa yang disebutnya sebagai ketidakadilan.

"Jika dibandingkan dengan kasus pelanggaran prokes yang juga dilakukan tukang bubur di Tasikmalaya yang akhirnya terkena denda Rp5 juta , ini buat saya adalah sebuah ketidakadilan," katanya.

"Apalagi kalau melihat pelanggaran di mal yang melibatkan banyak orang rasanya konsekuensi yang diberikan sangat tidak sepadan," tambahnya kepada wartawan di Bandung, Yulia Saputra.

"Justru buat saya ini tidak akan menimbulkan efek jera. Kalaupun terulang, pasti pihak-pihak pelanggar prokes melihatnya hanya sebatas denda seadanya," ujar Jafar.

Dia berharap, pemerintah bisa menerapkan hukum yang bisa memberikan rasa keadilan bagi semua lapisan masyarakat. "Hukum tidak tajam ke bawah, tumpul ke atas," katanya.

Pendapat serupa disampaikan Ugie Prasetyo, warga Kabupaten Bandung yang memiliki kedai burger di Kota Bandung.

Ugie membandingkan sanksi denda yang pernah dijatuhkan sebelumnya yang nominalnya mencapai jutaan rupiah. Ia meminta pemerintah mengkaji kembali rasa keadilan dan nuraninya.

"Adil dalam artian ketika tukang bubur diberikan sanksi denda Rp5 juta yang notabene dia usahanya buat perutnya sendiri.

"Tapi pemerintah menjatuhkan sanksi denda kepada mal besar yang mengundang banyak hingga ratusan orang berkumpul, malah dendanya hanya Rp 500 ribu saja," ujarnya.

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement