JAKARTA - Harga BBM PT Pertamina (Persero) lebih murah sekira Rp4.000 dari Shell. Saat ini di tengah lonjakan harga minyak dunia, Pertamina masih mengkaji kenaikan harga BBM.
Sementara pesaingnya seperti Shell sudah menaikkan harga BBM miliknya mulai 1 Februari 2022 mengikuti tren harga minyak dunia.
Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, harga minyak dunia saat ini yang mencapai nilai tertinggi dalam sejak Oktober 2014 yang lalu yaitu diangka USD94/barrel untuk jenis Brent dan WTI di angka USD92,31/barrel ini bisa dipastikan akan memberikan tekanan kepada Pertamina terutama sektor hilir.
Baca Juga: Perbandingan Harga BBM Pertamina Vs Shell, Ternyata Pertamax Lebih Murah Rp4.000
Hal ini disebabkan Pertamina tidak bisa melakukan penyesuaian harga BBM Umum mereka yaitu Pertamax dan Pertalite sejak Februari 2020, sementara harga minyak dunia terus mengalami kenaikan mulai Juni 2020. Pertamina bisa mengalami kerugian yang cukup dalam.
“Oleh karena itu, saya mendorong Pertamina untuk menyesuaikan harga BBM Pertamax sesuai dengan keekonomiannya mengingat Pertamax adalah BBM Umum," kata Mamit di Jakarta, Kamis (10/2/2022).
Mamit juga mengusulkan pemerintah untuk memberikan kompensasi kepada Pertamina untuk jenis BBM Pertalite menjadi 100%, bukan hanya 50% sebagaimana diatur dalam Perpres 117/2021.
"Hanya saja, kita juga mesti paham bahwa saat ini harga minyak dunia sedang mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Jika Pertamina terus bertahan dengan kondisi saat ini, saya yakin sekali akan membuat keuangan mereka menjadi tertekan mengingat Pertamax merupakan BBM Umum yang tidak mendapatkan kompensasi apa-apa dari Pemerintah.” kata Mamit
Follow Berita Okezone di Google News
Hal ini bisa dilakukan dengan pertimbangan konsumsi BBM RON 88 (Premium) sudah sangat minim sekali.
“BBM RON 88 sudah seharusnya dihapuskan. Hal ini mengingat tidak sesuai dengan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca," katanya.
Saat ini hanya 7 negara yang masih menggunakan BBM Ron 88 yaitu Bangladesh, Kolombia, Mesir, Mongolia, Ukraina, Uzbekistan dan Indonesia. "Jadi sudah sepatutnya tidak dipasarkan lagi di Indonesia.” pungkas Mamit.
Sekadar informasi, Pemerintah terus berupaya untuk memenuhi komitemen yang di sepakati dalam Paris Aggrement pada 2015 atau COP 21 pada Desember 2015 untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan bantuan internasional pada 2030 yang akan datang.
Salah satu bentuk upaya tersebut adalah diterbitkan Permen LHK No 20 Tahun 2017 tentang Penerapan Bahan Bakar Standar Euro 4. Salah satu bleid dalam Permen tersebut adalah penggunaan BBM dengan minimal RON 91 dan CN 51. Kebijakan ini memang belum berjalan seutuhnya mengingat saat ini konsumsi bbm di Indonesia masih ada yang menggunakan RON 88 dan RON 90.
Namun, perlahan tapi pasti penggunaan BBM RON 92 terus mengalami peningkatan. Hal ini bisa dilihat, penggunaan BBM Pertamax ditahun 2021 mencapai 20% dari total konsumsi gasoline, lebih tinggi jika dibandingkan tahun 2020 yang hanya di angka 12% dari total konsumsi gasoline.
Dengan demikian, kesadaran masyarakat untuk menggunakan BBM dengan RON yang lebih tinggi sudah mulai tumbuh. Penggunaan bbm RON 92 ke atas sudah menjadi gaya hidup bagi masyarakat Indonesia. Bahkan dengan hadirnya Pertashop di desa-desa dan penjualan Pertamax meningkat, merupakan indikasi bahwa sampai ke pedesaan pun sudah sadar pentingnya menggunakan BBM RON tinggi.
“Penggunaan BBM RON tinggi saat ini sudah menjadi kebanggan tersendiri bagi para penggunanya. Hal ini membuktikan bahwa edukasi terkait manfaat dari BBM RON tinggi sudah berjalan dengan cukup baik.” ujar Mamit.
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.