NEW YORK - Bursa saham AS, Wall Street menguat pada penutupan perdagangan Rabu, menyusul kenaikan suku bunga Federal Reserve AS untuk melawan tingginya inflasi AS. Hal ini pun mengakhiri kebijakan moneter longgar di era pandemi.
Indeks Dow Jones Industrial Average bertambah 518,76 poin atau 1,55% menjadi 34.063,10 poin. Indeks S&P 500 meningkat 95,41 poin atau 2,24% menjadi 4.357,86 poin. Indeks Komposit Nasdaq melonjak 487,93 poin atau 3,77% menjadi 13.436,55 poin.
Sembilan dari 11 sektor utama S&P 500 berakhir di zona hijau, dengan sektor konsumen nonprimer dan teknologi masing-masing terangkat 3,35% dan 3,32% memimpin kenaikan. Sementara itu, sektor energi dan utilitas masing-masing turun 0,43% dan 0,17% hanya dua sektor yang menurun.
Baca Juga:Â 3 Indeks Utama Wall Street Melesat, Investor Harap The Fed Naikkan Suku Bunga
Bank sentral AS mengumumkan kenaikan seperempat poin persentase dalam suku bunga acuan overnight seperti yang diharapkan, tetapi proyeksi bahwa suku bunga akan mencapai antara 1,75% dan 2,0% pada akhir tahun lebih hawkish daripada yang diperkirakan beberapa investor.
Sementara The Fed menandai ketidakpastian besar-besaran yang dihadapi ekonomi dari perang antara Rusia dan Ukraina serta krisis Covid-19 yang sedang berlangsung. The Fed mengatakan kenaikan berkelanjutan dalam target suku bunga dana federal akan sesuai untuk mengekang inflasi tertinggi yang pernah disaksikan negara itu dalam 40 tahun.
Baca Juga:Â Wall Street Bervariasi, Investor Nantikan Keputusan Suku Bunga The Fed
Sementara indeks-indeks utama memangkas kenaikan sebelumnya dengan tajam dan S&P dan Dow. Keduanya merosot ke zona merah sebentar setelah pernyataan Fed, indeks stabil ketika ketua Fed Jerome Powell berbicara pada konferensi pers.
Kepala Strategi Investasi The Leuthold Group, Jim Paulsen mengatakan, investor mungkin lega Fed mengambil tindakan terhadap lonjakan inflasi.
"Mendengar The Fed akhirnya berkata dan bertindak untuk mengatasi inflasi agak menenangkan komunitas investasi, dan untuk Main Street berjuang dengan inflasi yang lebih tinggi," katanya, dikutip dari Antara, Kamis (17/3/2022).