JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menilai pengendalian inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar sangat perlu diutamakan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Apalagi di tengah naiknya tekanan eksternal terkait dengan meningkatnya risiko stagflasi di berbagai negara.
"Ke depan, ketidakpastian ekonomi global diprakirakan masih akan tinggi seiring dengan makin mengemukanya risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan inflasi global, termasuk sebagai akibat dari makin meluasnya kebijakan proteksionisme terutama pangan, yang ditempuh oleh berbagai negara," ujar Perry dalam konferensi pers RDG BI di Jakarta, Kamis(23/6/2022).
Baca Juga:Â Bank Indonesia Tak Ingin Buru-Buru Tingkatkan Suku Bunga Acuan
Merespon kondisi tersebut, BI terus menempuh berbagai langkah penguatan bauran kebijakan. Pertama, memperkuat kebijakan nilai tukar Rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan mendukung pengendalian inflasi dengan tetap memperhatikan bekerjanya mekanisme pasar dan nilai fundamentalnya.
"Kedua, mempercepat normalisasi kebijakan likuiditas dengan meningkatkan efektivitas pelaksanaan kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) dan Operasi Moneter Rupiah. Yang ketiga, melanjutkan kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman pada komponen Overhead SBDK," tambah Perry.
Baca Juga:Â BI Yakin RI Bakal Jadi Standar Dunia untuk Urusan Sistem Pembayaran
Kebijakan keempat, melanjutkan masa berlaku kebijakan tarif SKNBI sebesar Rp1 dari Bank Indonesia ke bank dan maksimum Rp2.900 dari bank kepada nasabah, dari semula berakhir 30 Juni 2022 menjadi sampai dengan 31 Desember 2022 guna meningkatkan efisiensi biaya dan aktivitas ekonomi masyarakat serta memudahkan transaksi keuangan dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi.