Share

200 Lebih Pekerja Migran Indonesia Dipulangkan dari Inggris tapi Belum Balik Modal, Bagaimana Nasibnya?

Agregasi BBC Indonesia, Jurnalis · Rabu 07 Desember 2022 11:19 WIB
https: img.okezone.com content 2022 12 07 320 2722220 200-lebih-pekerja-migran-indonesia-dipulangkan-dari-inggris-tapi-belum-balik-modal-bagaimana-nasibnya-Xo8Ny5ViFL.JPG Pekerja migran. (Foto: BBC)

JAKARTA - Banyak pekerja migran Indonesia (PMI) dikabarkan dipulangkan sebelum masa kerja enam bulan selesai.

Dilansir BBC di Jakarta, Rabu (7/12/2022), Kementerian Tenaga Kerja Indonesia pun meminta perusahaan penempatan pekerja migran yakni PT Al Zubara, untuk tidak menagih kekurangan biaya keberangkatan para pekerja di Ingggris yang masih berutang tapi telah dipulangkan.

Adapun dari data sampai akhir November 2022, ada sebanyak 239 pekerja yang kembali lebih awal karena musim panen buah sudah selesai di Inggris.

 BACA JUGA:Sebut Gaji Pekerja Migran RI Lebih Tinggi dari Menteri, Jokowi: Jangan Lupa Ditabung

Tercatat lebih dari 1.400 pekerja migran kelompok pertama dari Indonesia yang diberangkatkan ke Inggris ditempatkan di setidaknya 15 perkebunan mulai April lalu.

Serta banyak juga dari mereka yang berangkat pada Juli dan Agustus, di saat musim panen hampir selesai.

"Kami telah meminta kepada Al Zubara apabila terdapat PMI yang berutang untuk membiayai penempatan ke Inggris sejumlah Rp45 juta, maka para PMI yang tidak dapat menyelesaikan masa bekerjanya bukan karena kesalahan PMI itu sendiri, maka biaya tidak dapat ditagihkan kepada PMI," kata Direktur Jendral Penempatan Tenaga Kerja, Kementerian Tenaga Kerja Suhartono.

Dia juga mengatakan apabila PMI membayarkan kepada pihak Al Zubara melebihi Rp45 juta, maka yang harus bertanggung jawab untuk mengembalikan kelebihan atau selisih biaya adalah mereka (Al Zubara).

Kemudian, KBRI London menyatakan ada sekitar 600 PMI yang masih berada di Inggris.

Ada yang masih bekerja di perkebunan (biasanya mengurus tanaman) dan sebagian lain menanti kepulangan.

Menurut KBRI London, sekitar 200 pekerja yang tidak memiliki pekerjaan lagi di perkebunan menanyakan soal kemungkinan mereka bekerja di bidang lain.

Berdasarkan ketentuan, visa yang mereka dapatkan, Seasonal Worker Visa, para PMI tidak boleh bekerja di sektor lain.

Follow Berita Okezone di Google News

Diketahui, para pekerja musiman ini direkrut melalui Al Zubara berdasarkan permintaan dari AG Recruitment, salah satu agen resmi pekerja musiman di Inggris menempatkan para pekerja di berbagai perkebunan yang membutuhkan.

Direktur Al Zubara Yulia Guyeni mengakui bahwa masalah pekerja yang dipulangkan lebih awal dari masa kerja enam bulan ini adalah karena keterlambatan pengiriman dan menuding AG tidak bertanggung jawab.

Hingga kini pihak AG Recruitment belum memberikan jawaban.

Namun dalam jawaban sebelumnya, pada Agustus 2022 lalu, AG Recruitment menyatakan tengah menyelidiki apa saja biaya yang harus dikeluarkan pekerja selain penerbangan dan visa, di tengah pemberitaan tingginya biaya pekerja.

Tingginya biaya itu juga mendapat sorotan dari Migrant Care, badan advokasi perlindungan pekerja migran.

Ketua Pusat Studi Migrasi, Migrant Care, Anis Hidayah mengatakan biaya seperti ini dikategorikan ilegal karena seharusnya penempatan tenaga kerja tidak dikenakan biaya.

Sementara pelatihan juga diberikan di perkebunan. Namun Kemenaker mengatakan biaya Rp45 juta berdasarkan perjanjian kerja dengan PMI dan telah diverifikasi BP2MI.

20 pekerja menyebut sebagian besar membayar sekitar Rp65 juta dan bahkan ada yang sampai Rp100 juta kepada pihak ketiga.

Sehingga banyak di antara mereka yang terpaksa berutang.

Salah seorang pekerja yang sudah kembali ke Indonesia mengatakan dia baru membayar setengah dari pinjaman keseluruhan dan berharap dapat kembali lagi tahun depan.

"Sangat tidak cukup, bahkan minus, mungkin dikarenakan proses keberangkatan yang telat dari skema waktu panen di perkebunan Inggris. Kami harap pada kesempatan kedua akan tepat waktu sehingga kami dapat bekerja penuh dan mendapat gaji yang sesuai untuk menutup kekurangan sebelumnya," kata seorang pekerja asal Jawa Tengah yang tak mau disebutkan namanya.

Sampai ada pekerja bahkan ada yang menggadaikan rumah, termasuk yang ditemui Ernesta, wartawan di Nusa Tenggara.

"Saya bertemu dengan sekitar 10 pekerja yang sudah pulang dari Inggris. Mereka berangkat dikenakan biaya antara Rp65 juta sampai Rp95 juta yang tak bisa mereka bayar lunas. Mereka gadaikan sertifikat rumah," jelasnya,

Bahkan, sebagian dari mereka ada yang bekerja hanya dua atau tiga bulan sebelum dipulangkan karena musim panen telah selesai.

Musim panen buah biasanya mulai April dan mulai habis pada Oktober. Sejumlah buah, termasuk apel, biasanya masih tersedia untuk dipanen sampai November.

"Setelah kembali ke Indonesia, mereka tak bisa menebus sertifikat rumah. Bahkan untuk bayar lagi untuk pergi tahun depan, yang mereka sebutkan sekitar Rp25 juta (untuk tiket dan visa), mereka harus bayar lagi sendiri. Jadi semakin terlilit utang, dari awal berangkat sampai harus berangkat lagi. Mereka berharap bisa berangkat lagi untuk melunasi utang mereka," ungkap Ernesta.

Pegiat Hak Pekerja Migran menyebut apa yang terjadi dengan kelompok pertama pekerja migran Indonesia di Inggris ini sebagai bentuk kerja paksa dengan jeratan hutang, perekrutan ilegal tanpa etika dan penipuan kontrak.

Dia menilai para pekerja migran paling rentan dalam menghadapi risiko pengabaian akibat ekspolitasi supermarket di Inggris.

"Kami telah meminta dilakukannya perubahan sejak bertahun-tahun. Namun sayangnya, orang sudah terkena dampaknya sebelum diambil tindakan," kata Direktur Association of Labour Providers mengatakan kepada the Guardian, David Camp.

Dia meminta pemerintah perlu mengambil keputusan terkait alokasi visa sehingga pihak perekrut memiliki waktu untuk menyeleksi.

"Kita harus memiliki sistem di mana para pekerja tidak perlu berutang untuk bisa datang dan bekerja di Inggris," ucapnya.

Kemudian, seorang pekerja bernama Ozzy Agista Indrawan asal Tegal, Jawa Tengah, serta Gede Suardika Widi Adnyana, asal Bali yang bekerja di perkebunan Clock House menceritakan pengalamannya itu.

Suardika mengatakan telah menutup utang sebesar Rp70 juta dan membawa sisanya sedikit.

Sementara Ozzy yang membayar ongkos keberangkatan sekitar Rp60 juta bisa menutup pinjaman dalam waktu dua bulan dan membawa pulang uang lumayan banyak.

"Namun yang punya keluarga mungkin dengan biaya yang tinggi membuat mereka terbebani karena jujur, saat di Inggris banyak mendengar curhat yang mengeluh biaya keberangkatan yang tinggi," kata Ozzy.

Dia mengatakan ada rekan-rekannya yang tidak mendapatkan penghasilan cukup karena dianggap bekerja terlalu lambat sehingga dipulangkan ke akomodasi mereka.

"Saat awal sudah diinfokan setelah training, ada target atau pencapaian perusahaan perkebunan yang harus dipenuhi. Bila yang kerjanya mungkin sangat lambat dipulangkan ke karavan," tambahnya.

Dia juga bercerita biasanya mereka mulai bekerja pada pukul 05.00 pagi selama sekitar delapan jam sehari dengan waktu istirahat dua kali.

Ada pula Agus Hariyono dan Pingkan Lidya yang sebelumnya bekerja bersama di Perkebunan Dearnsdale, Stafford, juga mengaku biayanya telah ditutup.

Atas kejadian ini Kementerian Tenaga Kerja Indonesia menyatakan akan melakukan pengawasan lebih ketat untuk penempatan tahun depan bekerja sama dengan dinas tenaga kerja di daerah-daerah dan juga dengan KBRI London.

Salah satu langkah mencegah calo, menurut Kemenaker, adalah melakukan perekrutan online.

1
4
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini