JAKARTA - Putusan hakim terkait kasus dugaan investasi bodong koperasi simpan pinjam Indosurya yang merugikan sekitar 23.000 nasabah mencapai Rp106 triliun dinilai tak ada rasa keadilan.
Dilansir dari BBC di Jakarta, Jumat (27/1/2023), kini Kejaksaan Agung (Kejagung) mengajukan banding atas putusan bebas yang dikeluarkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat kepada dua pimpinan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, Henry Surya dan June Indria, dalam perkara yang disebut Kejagung sebagai kasus penipuan terbesar sepanjang sejarah di Indonesia.
“Maling ayam saja dihukum, masa orang yang merampas dan merugikan triliun rupiah bebas, tidak dapat dijerat oleh hukum. Bahkan, bukan hanya pelaku utama, sampai anak buahnya tidak ada satupun yang dijerat,” kata wakil aliansi korban KSP Indosurya, Ricky Firmansyah Djong saat dihubungi BBC News Indonesia, Kamis, 26 Januari 2023.
 BACA JUGA:Bos KSP Indosurya Henry Surya Bebas Padahal Tipu 23.000 Nasabah, Menteri Teten: Kapok Jadi Anggota Koperasi
Dia pun mengatakan kalau putusan itu setimpal dengan penderitaan yang dialami para korban.
"Hilangnya uang pendidikan anak, meninggal karena tidak ada biaya pengobatan, hingga bunuh diri," jelasnya.
Adapun pada 2019 lalu, seseorang yang mengaku tenaga pemasaran mantan pegawai bank atau personal banker menghubungi Ricky Firmansyah untuk menawarkan sebuah investasi.
“Saya dan hampir semua korban itu ditawari oleh marketing eks-bank untuk investasi di Indosurya, tanpa menjelaskan bahwa ini adalah koperasi, tapi katanya lembaga keuangan,” katanya.
Di mana investasi itu dengan iming-imingi bunga 7%-8%. Dia juga mendengar ada korban lain yang ditawari 9%-11% per tahun.
“Bunganya normal, tidak jauh beda dengan bank perkreditan rakyat 7%-8%. Meskipun di atas rata-rata,” katanya yang menjadi perwakilan dari 896 orang korban KSP Indosurya dengan total kerugian Rp16 triliun.
Akhirnya Ricky memutuskan mulai menginvestasikan uang miliknya dengan total Rp4 miliar sejak September 2019.
Selama investasi, Ricky menjelaskan, dia tidak pernah memiliki nomor keanggotaan, biaya iuran anggota, dan menghadiri rapat anggota koperasi.
“Kami adalah orang yang menyimpan uang di Indosurya, bukan anggota koperasi,” tambahnya.
Lanjutnya menyebut kalau investasinya itu jatuh tempo enam bulan kemudian, yaitu Maret 2020, menjadi bencana ketika pada Februari perusahaan menyatakan gagal bayar.
“Mereka bilang ada rush, lalu efek Covid, dan banyak alasan lain. Tapi tidak bisa membuktikan. Itu adalah suatu modus,” kata Ricky.
Dia mengaku kalau dana yang dikumpulkannya hari demi hari dari jerih payah dan keringat untuk membeli rumah dan biaya pendidikan anak menjadi lenyap.
Follow Berita Okezone di Google News
“Kami harus mulai dari nol. Hasil banting tulang kami setiap harinya dirampas begitu saja, sangat menyedihkan. Persiapan pendidikan untuk anak juga lenyap begitu saja,” ujarnya.
Dia juga menambahkan kalau terdapat banyak korban investasi di Indosurya yang rata-rata lansia dan pensiunan -berusia 60 tahun hingga 70 tahun- mengalami kesulitan hidup hingga meninggal dunia akibat uangnya tidak bisa diambil.
“Banyak anak-anak korban yang sulit meneruskan pendidikan. Banyak yang sulit menyambung hidup hari demi hari. Bahkan, ada yang sudah sakit-sakitan memohon dikembalikan sebagian untuk biaya pengobatan juga tidak dikabulkan, sampai pada akhirnya banyak meninggal dunia karena terhambat pengobatannya,” kata Ricky.
“Lalu, ada yang sampai bunuh diri, ada yang sampai bertengkar suami-istri hingga bercerai,” tambahnya.
Sejak 2020 lalu, dia dan para korban lain terus berjuang mendapatkan keadilan, melalui demonstrasi ke beragam kantor pemerintah, hingga menempuh jalur hukum.
“Hingga akhirnya, putusan pengadilan membebaskan pelaku dari seluruh dakwaan. Kami semua patah arah, kami tidak tahu lagi harus meminta perlindungan ke siapa,” ujarnya.
“Kami mengumpamakan ibarat seorang maling ayam saja bisa dihukum, masa orang yang merampas dan merugikan sebesar triliunan rupiah tidak dapat dijerat oleh hukum. Bahkan bukan hanya pelaku utama, sampai anak buahnya pun tidak ada satupun yang dijerat hukum. Para pengurus bebas,” keluhnya.
Diketahui, belum lama ini Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat - Syafrudin Ainor, Dede Suryaman, dan Sri Hartati- menyatakan bos KSP Indosurya, Henry Surya, bebas dari dakwaan dugaan penipuan dan penggelapan, Selasa, 24 Januari2023.
“Menyatakan terdakwa Henry Surya tersebut di atas, terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi bukan merupakan tindak pidana melainkan perkara perdata (onslag van recht vervolging),” tegas putusan tersebut.
"Melepaskan terdakwa Henry Surya oleh karena itu dari segala tuntutan hukum sebagaimana didakwakan dalam Dakwaan Alternatif Kesatu Pertama dan dakwaan Kedua Pertama," tambahnya.
Jaksa penuntut umum sebelumnya mengajukan tuntutan 20 tahun penjara dan denda Rp200 miliar kepada Henry Surya karena diduga melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin otoritas terkait - dengan kerugian ekonomi korban sebesar Rp16 triliun.
Pekan sebelumnya, terdakwa lain June Indira juga dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan dari tuntutan 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.
Atas putusan terhadap kedua terdakwa itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, telah memerintahkan jajarannya untuk melakukan kasasi.
Kejagung juga menyebut, secara total, terdapat sekitar 23.000 orang yang menjadi korban dugaan penipuan dan penggelapan KSP Indosurya, dengan seluruh kerugian mencapai Rp106 triliun.
Mengutip Laporan Hasil Analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kejagung menyebut kerugian yang disebabkan Indosurya menjadi yang terbesar sepanjang sejarah di Indonesia.
Bareskrim Polri telah menyita belasan aset milik petinggi Indosurya, di antaranya berupa tanah, bangunan, apartemen, dan gedung perkantoran di wilayah Jakarta.
Kemudian, polisi juga menyita 43 mobil mewah dan uang dalam 12 rekening. Total aset yang disita sebesar Rp1,5 triliun.
Dari kasus ini, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki ikut buka suara dengan mengatakan kasus KSP Indosurya menjadi preseden buruk bagi koperasi simpan pinjam di Indonesia.
Dia menyebut putusan itu juga telah mengabaikan rasa keadilan bagi ribuan anggota KSP Indosurya yang dirugikan.
“Kalau seperti ini, orang akan semakin kapok menjadi anggota koperasi simpan pinjam,” kata Teten dalam siaran resmi.
Belajar dari kasus Indosurya dan tujuh KSP lain yang bermasalah, kata Teten, pemerintah akan merevisi UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, khususnya dalam penguatan di bindang pengawasan dan sanksi kepada setiap KSP.
Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md menyatakan kecewa terhadap vonis bebas terdakwa Indosurya.
Namun, Mahfud memastikan akan mendorong Kejagung untuk mengajukan banding.
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.