JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan industri furniture nasional turut mengalami dampak melemahnya pasar global akibat situasi geopolitik yang terjadi karena perang Rusia dan Ukraina.
Inflasi yang disebabkan oleh kondisi resesi menyebabkan turunnya daya beli konsumen di negara-negara importir yang terdampak perang tersebut, terutama negara-negara kawasan Eropa dan Amerika Serikat.
 BACA JUGA:
Oleh karena itu, Kemenperin meramu berbagai upaya untuk bisa meningkatkan pasar furniture di dalam negeri.
“Dalam rangka memperbaiki pasar global dan meningkatkan pasar dalam negeri furniture, kami sangat menyadari bahwa industri ini masih menghadapi berbagai kendala dan tantangan. Berdasarkan aspirasi dari para pelaku industri, kami menyerap beberapa isu pokok yang dihadapi oleh industri furniture dan kerajinan dalam negeri saat ini, dan berupaya untuk memberikan solusinya,” papar Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Arnica dalem keterangannya, Senin (13/3/2023).
Isu pertama, yakni permasalahan domestik terkait dengan rantai pasok ketersediaan bahan baku.
 BACA JUGA:
Oleh sebab itu, kata Putu, guna menjamin ketersediaan dan stabilitas pasokan bahan baku, pihaknya melakukan upaya perbaikan rantai pasok bahan baku industri furniture dengan fokus penyediaan akses yang lebih baik.
Di mana hal itu dilakukan terhadap bahan baku industri furnitur sehingga tercapai pola rantai pasok bahan baku furniture yang ideal.
“Langkah yang dijalankan antara lain, meminimalkan biaya dan lead time produksi, serta memacu kualitas bahan baku sesuai kebutuhan industri furniture,” tuturnya.
Saat ini yang sudang dilaksanakan adalah memfasilitasi pusat logistik bahan baku industri furniture serta melakukan koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait isu kemudahan akses bahan baku industri furnitur.
Â
Follow Berita Okezone di Google News
Isu kedua, sebut Putu, terkait dengan teknologi dan sumber daya manusia (SDM).
Di sisi teknologi, Ditjen Industri Agra sedang melaksanakan program restrukturisasi mesin dan peralatan industri pengolahan kayu.
“Output dari program ini adalah terfasilitasinya perusahaan dalam mendapatkan potongan harga berupa penggantian (reimburse) sebagian dari harga pembelian mesin dan/atau peralatan,” terangnya.
Sedangkan, dalam rangka mendukung penyediaan tenaga kerja terampil, Kemenperin mencetak SDM-SDM kompeten di industri furniture melalui pendirian Politeknik Furniture dan Pengolahan Kayu di Kendal, Jawa Tengah.
“Kurikukum di politeknik Kemenperin bersifat dinamis, disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Karena itu, kami aktif membuka ruang kerja sama dengan asosiasi industri dalam penyusunan kurikulum agar lulusan politeknik kami benar-benar memenuhi kebutuhan pasar kerja,” ujarnya.
Adapun isu ketiga adalah pemberlakuan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), yang sudah diakui dalam perdagangan kayu antara Uni Eropa dan Indonesia serta Voluntary Partnership Agreement on Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT-VPA).
Pemerintah Indonesia akan mendorong mutual recognition assessment (MRA) yang bisa mengakomodasi pengakuan standardisasi Indonesia di negara tujuan dan sebaliknya.
Dengan demikian, produk yang akan diekspor tidak perlu melalui tahap penilaian tambahan selama telah memenuhi kriteria penilaian di dalam negeri.
“Untuk sektor UMKM, biaya SVLK nantinya ditanggung oleh pemerintah,” jelasnya.
Selain itu, Kemenperin juga akan mendukung sepenuhnya upaya penguatan orientasi ke pasar domestik karena sudah semestinya industri nasional menjadi raja di negeri sendiri.
“Kebijakan P3DN dan TKDN, substitusi impor, program-program peningkatan kapasitas, semuanya kami intensifkan sebagai wujud nyata keberpihakan pemerintah agar industri dalam negeri dapat berdaulat, maju, dan berdaya saing. Kami juga mendukung kegiatan-kegiatan promosi agar dapat terus dilakukan dan disemarakkan, baik promosi di pasar domestik maupun pasar ekspor nontradisional,” pungkasnya.
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.