Di mana pekerja mempertanyakan apakah keterampilan yang mereka miliki akan relevan dengan pasar tenaga kerja di tahun-tahun mendatang.
Pada bulan Maret, Goldman Sachs menerbitkan sebuah laporan yang menunjukkan bahwa AI dapat menggantikan setara dengan 300 juta pekerjaan tetap.
Tahun lalu, survei tenaga kerja global tahunan PwC menunjukkan bahwa hampir sepertiga responden mengatakan mereka khawatir tentang kemungkinan peran mereka akan digantikan oleh teknologi dalam tiga tahun ke depan.
“Saya pikir banyak pekerja di bidang kreatif yang peduli,” kata seorang copywriter berusia 29 tahun yang berbasis di Bristol, Inggris bernama Alys Marshall.
“Kami semua hanya berharap klien kami akan mengenali nilai (kami), dan lebih memilih otentisitas (manusia) daripada harga dan kemudahan alat AI," ucapnya.
Para pelatih perkembangan karier dan pakar SDM mengatakan bahwa meskipun beberapa kecemasan mungkin dapat dibenarkan, karyawan perlu fokus pada hal-hal yang bisa mereka kendalikan.
Alih-alih panik tentang kemungkinan kehilangan pekerjaan karena mesin, mereka harus berinvestasi dalam mempelajari cara bekerja bersama teknologi.
Jika mereka memperlakukan AI sebagai sumber daya dan bukan ancaman, menurut para ahli, mereka akan menjadikan diri mereka lebih berharga bagi calon pemberi kerja.
Pelatih karier dan dosen di Columbia University di New York, Carolyn Montrose mengakui kecepatan inovasi dan perubahan teknologi bisa menakutkan.
“Adalah normal untuk merasakan kecemasan tentang dampak AI karena evolusinya berubah-ubah, dan ada banyak faktor aplikasi yang tidak diketahui,” katanya.