Faktor internal ini dipengaruhi oleh kualitas credit scoring atau penilaian yang dijadikan dasar pertimbangan bagi pemberi pinjaman.
"Jadi P2P Lending itu dibantu oleh kredit biru dan dibantu alternatif kredit scoring, yang kemudian dari in house dari P2P Lending yang memutuskan disalurkan atau tidak disetujui atau tidak," sambungnya.
Hal lain faktor dari sisi internal juga dari tim penagihan utang kepada nasabah yang belum cukup kuat.
Sehingga kurang dorongan bagi peminjaman untuk mengembalikan utangnya kepada peminjam.
"Tim penagihan ini di P2P lending ada yang dari internal dan ada yang dari outsourcing atau pihak ketiga, itu yang secara internal berpengaruh terhadap kualitas dari tingkat kesuksesan bayar," kata Kuseryansyah.
Sedangkan dari faktor eksternal dipengaruhi oleh kondisi ekonomi lesu.
Karena menurut P2P lending ini memiliki segmentasi peminjaman di kalangan bawah, biasanya para pelaku usaha mikro yang belum menikah hubungan dengan perbankan konvensional.
Sehingga kondisi makro ekonomi yang mengalami pelemahan pasca pandemi covid 19 ini mempengaruhi tingkat daya beli masyarakat.
Hal itu yang membuat para pelaku usaha mikro ini masih terkendala untuk mengembalikan utangnya.
"Fintech lending ini kan dihadirkan untuk melayani masyarakat yang unbankable, atau kalangan bawah, mereka biasanya masyarakat desa dengan skala usaha mikro, atau pelaku usaha perseorangan," pungkasnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)