JAKARTA - Lembaga pemeringkat efek Pefindo menurunkan peringkat PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), Obligasi Berkelanjutan (SR) I, II, III dan Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I, II, III menjadi idBBB dari idA dengan outlook negatif dari positif.
Disebutkan, pemeringkatan efek berlaku sejak 25 Mei hingga 1 Juli 2023. Di mana penurunan peringkat tersebut mencerminkan profil keuangan WIKA yang lemah, seperti yang ditunjukkan oleh struktur permodalan yang sangat agresif dan likuiditas yang lemah untuk memenuhi kewajiban utang jangka pendek yang akan jatuh tempo.
Hal ini disebabkan siklus kas operasi WIKA yang memanjang dan belanja modal yang tinggi dari investasinya, sehingga sangat bergantung pada dana eksternal untuk membiayai kegiatan konstruksinya. Untuk diketahui, Outlook Negatif mencerminkan pandangan Pefindo terhadap risiko pembayaran utang WIKA yang meningkat karena fleksibilitas keuangan yang lebih terbatas.
Hal itu dipicu oleh profil keuangan yang lebih lemah dan sentimen pasar yang negatif terhadap sektor konstruksi. Peringkat tersebut mencerminkan posisi pasar WIKA yang kuat di industri konstruksi nasional dan sumber pendapatan yang terdiversifikasi.
Peringkat dibatasi oleh profil likuiditas yang lemah, risiko ekspansi sebelumnya, dan lingkungan bisnis yang bergejolak. Ketidakmampuan Perusahaan dalam mengatasi kinerja operasional yang lemah dan masalah likuiditas dalam waktu dekat dapat berdampak pada penurunan peringkat lebih jauh.
Dijelaskan pula, bahwa peringkat idBBB mengindikasikan parameter proteksi yang memadai dibandingkan efek utang Indonesia lainnya. Walaupun demikian, kondisi ekonomi yang buruk atau keadaan yang terus berubah akan dapat memperlemah kemampuan emiten untuk memenuhi komitmen keuangan jangka panjang atas efek utang.
Dalam laporan keuangan kuartal I 2023, WIKA mencatatkan nilai oblgasi Rp8,631 triliun dan Sukuk Mudharabah Rp2,78 triliun. Sedangkan total utang disesuaikan mencapai Rp32,838 triliun.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir pernah mengatakan, langkah WIKA mengajukan penundaan pembayaran utang bank dan lembaga keuangan merupakan sebuah utang lancar yang baik. Hal ini juga berlaku untuk BUMN karya lainnya.
Erick menyebut utang para BUMN karya kepada Himpunan Bank Milik Negara atau Himbara sudah turun dari yang tadinya mencapai Rp120 triliun menjadi Rp70 triliun. Menurutnya hal ini berarti ada percepatan dalam hal utang BUMN karya. “Orang ribut-ribut utang, tapi valuasi bumn itu berapa ribu triliun sekarang dan ini utang lancar. Utang yang berjalan lancar [atau] utang baik,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan rasio utang Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Rasio utang pemerintah Indonesia sebesar 39,6% pada Desember 2022. Rasio utang tersebut lebih rendah dari Korea Selatan sebesar 54,1%.
(Taufik Fajar)