Selain itu menurutnya pemerintah juga akan menjalin diplomasi secara Government to Business (G2B) dengan pelaku usaha dan asosiasi di Indonesia serta pelaku usaha dan asosiasi di Negara tujuan ekspor.
"Artinya kita lakukan diplomasi ke mitra dagang kita untuk dapat mendorong pemerintah mereka memperlembut kebijakan mereka, sekarang ini sedang berjalan," kata Farid
"Kemudian yang penting Kedepan ketika adanya penerapan EUDR adalah, andaikan ini bergulir dan kita tidak bisa mengekspor ke Uni Eropa, kita harus siap, dan nanti ada asistensi kepada pelaku usaha, sehingga compliance dengan kebijakan tersebut," lanjutnya.
Di satu sisi, Farid menilai seiring dengan adanya kebijakan pembatasan jualan itu, populasi dunia yang terus bersama sebetulnya menjadi peluang bagi industri kelapa sawit.
Bahkan pada tahun 2050 mendatang populasi dunia diramalkan tembus 10 miliar orang, sejalan dengan itu, kebutuhan minyak nabati juga mengalami peningkatan yang signifikan.
"Seiring dengan prediksi pertumbuhan populasi dunia, atau mencapai 10 miliar jiwa pada tahun 2050, permintaan minyak nabati diprediksikan meningkat 2 kali lipat dari 165 juta ton pada tahun 2013 lalu, menjadi kedepan 307 juta ton pada tahun 2050," pungkasnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)