Menurut Adhi, seharusnya produk olahan yang telah melalui sejumlah proses pengolahan sudah bisa dipastikan keamanannya.
“Padahal produk jadi itu harusnya aman. Dari sisi keamanan pangan, penyakit, semua aman karena sudah diproses dan sudah melewati berbagai uji. Tapi sampai sekarang Malaysia masih ini (menolak produk kita),” katanya.
Adhi pun mendesak pemerintah untuk segera melakukan tindakan agar hambatan dagang semacam ini tidak terjadi.
Ia menyebut upaya melalui kedutaan hingga pertemuan antarmenteri telah ditempuh namun belum juga membuahkan hasil.
BACA JUGA:
Penolakan semacam itu, menurut Adhi dilakukan sebagai upaya untuk menghambat perdagangan dan melakukan proteksionisme yang kini banyak dilakukan oleh banyak negara. Hal serupa juga dilakukan Eropa lewat kebijakan hijaunya.
“Isu-isu ini menjadi hambatan perdagangan dan jadi tools bagi negara-negara untuk menghambat (perdagangan) seperti itu. Ini terjadi. Dan bukan hanya dari Eropa tapi seperti saya bilang tadi, ada yang dari negara tetangga sendiri juga,” katanya.
Contoh lainnya, ungkap Adhi, adalah produk Indonesia yang masih dikenakan pajak gula (sugar tax) ke Timor Leste.
Dia menyebut pajak tersebut awalnya hanya ditetapkan untuk produk minuman tetapi kini meluas ke banyak produk lainnya.
“Ini salah satu yang menghambat perdagangan antarnegara,” ujarnya.
Adhi menyebut langkah-langkah proteksionisme serta upaya saling hambat, khususnya di ASEAN, diharapkan bisa dibahas dalam KTT ASEAN pada September mendatang.
Hal itu sejalan dengan visi Indonesia untuk menjadikan kawasan tersebut menjadi pusat pertumbuhan global lewat kolaborasi.
“Kita berharap (tantangan) ini bisa menjadi pembahasan dan mencari solusi bersama. Karena kita mau tidak mau harus saling mendukung antar ASEAN supaya kita bisa mengatasi masalah-masalah yang sekarang terjadi seperti kekurangan pangan, climate change, ini jadi tantangan kita bersama,” kata Adhi.
(Zuhirna Wulan Dilla)