Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

LRT Jabodebek Dibilang Salah Desain, Ini Sosok yang Buat

Suparjo Ramalan , Jurnalis-Kamis, 03 Agustus 2023 |14:03 WIB
LRT Jabodebek Dibilang Salah Desain, Ini Sosok yang Buat
LRT Jabodebek Dibilang Salah Desain. (Foto: Okezone.com/Antara)
A
A
A

JAKARTA - Lengkung bentang panjang (longspan) Lintas Rel Terpadu (LRT) Jabodebek disebut salah desain. PT Adhi Karya Tbk, selaku kontraktor dinilai tidak melakukan pengecekan kemiringan rel, setelah longspan dibangun di ruas Kuningan, Jakarta Selatan.

Akibatnya tikungan pada jembatan yang menghubungkan Gatot Subroto dan Kuningan menjadi kecil dan berdampak pada tingkat kecepatan kereta saat melintas. Seharusnya, tikungan rel dibuat lebih lebar agar kecepatan kereta tetap stabil.

Lantas siapa di balik desain longspan LRT Jabodebek?

Sebelumnya ada tiga konsultan yang terlibat dalam desain longspan LRT Jabodebek, di antaranya berasal dari Perancis, Systra. Namun, mega proyek transportasi massal ini harus dipercepat, sehingga pemerintah memberikan kepercayaan kepada Arvila Delitriana, konsultan Indonesia lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB).

“Waktu saya masuk, LRT Jabodebek itu punya beberapa konsultan perencana. Ada dari Perancis, ITB dan ITS. Karena sudah ada tiga konsultan, namun karena proyek ini butuh percepatan, masuklah saya lewat Pak Ujang ini yang kebetulan Pimpinan proyek (Project Manager),” ujar Arvilla.

Lewat perusahaan konsultan PT Cipta Graha Abadi, Arvila mulai menangani perhitungan desain yang sudah tersedia dari Systra sebelumnya. Dari situ, sudah ada tiga opsi yang akan direncanakan dan semuanya memanfaatkan Pier atau tiang di tengah lengkungan.

Dengan argumentasi yang kuat, Alvira menambahkan opsi keempat, tanpa Pier atau tiang di tengah lengkungan. Seorang konsultan asal Jepang mengatakan bahwa hal itu mustahil dan sulit dilakukan, kalau bisa disambung tanpa tiang, kontraktor Adhi Karya tidak akan bisa.

“Tapi saya berkeyakinan bahwa setiap jembatan memang punya resiko ya masing-masing. Tapi selama perhitungannya tepat saya yakinkan bahwa itu bisa dilakukan,” ucapnya.

Alvira berargumen dengan menggunakan Pier atau tiang di tengah lengkung sepanjang 148 meter dibantahnya sebab di bawah jembatan lengkung terdapat dua ruas jalan yang saling berhimpitan, tepatnya Jalan Gatot Subroto dan Jalan Tol Layang.

“Nah jalan yang berhimpitan itu kalau dibangun pondasi untuk Pier bisa rawan getaran kalau sewaktu-waktu ada gempa kecil. Makanya saya berkeyakinan dibangun saja tanpa tiang di tengah. Tentu perhitungannya harus tepat dengan menambah banyak gaya dalam perhitungannya,” jelasnya.

Menurutnya, setiap enginer tak pernah bisa meremehkan pembangunan atau perencanaan suatu struktur atau bangunan jembatan sekalipun. Jika alasannya, berbahaya dan penuh resiko, maka seharusnya semua pembangunan jembatan punya resikonya sendiri-sendiri.

“Jadi waktu itu saya lawan argumen dari konsultan Jepang. Saya menyakinkan bahwa bisa pasang bentangan tanpa tiang. Dan alhamdulillah, dengan perhitungan matang, semua berjalan sesuai rencana,” katanya.

Saat peresmian, Alvira memang tak bisa hadir di acara Seremoni yang dihadiri empat menteri sekaligus, diantaranya Menko Luhut Binsar Panjaitan, Menteri PUPR Basuki Hadimoeljono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi serta Menteri BUMN Erick Thohir. Alvira beralasan ada urusan kantor yang tidak bisa ditinggalkan.

Ketika konsultan asal Perancis Systra mempertanyakan masterpiece proyek yang kurang lebih sama dengan jembatan longspan lengkung LRT ini, Alvira merujuk pada proyek Jembatan Lingkar Semanggi yang dibangun semasa kepemimpinan Basuki Thajaja Purnama atau Ahok.

Dia mengatakan tingkat kesulitannya kurang lebih sama, bahkan dengan lengkung yang lebih karena melingkar. “Pada akhirnya saya bisa menunjukkan bahwa jembatan longspan dengan kasus serupa ini pernah dikerjakan oleh anak bangsa juga,” jelasnya.

Alvira Delitriana adalah alumnus Institut Teknologi Bandung angkatan 1989. Cita-citanya, sewaktu kecil seperti kebanyakan anak-anak lainnya pengen jadi guru, kadang-kadang juga pengen menjadi pilot. Tapi sejak SMA atas dorongan ibunya, dia harus bisa bekerja atau melanjutkan pendidikan hingga Strata 2.

Perempuan dua anak kelahiran Tebing Tinggi Sumatera Utara ini, diminta oleh sang ibu supaya bisa bekerja dan tidak seperti ibunya yang hanya berpendidikan SMA.

Meski demikian, kesalahan desain ini tidak membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) pusing. Menurutnya kesalahan teknis pada desain longspan wajar karena baru pertama kali dibangun oleh kontraktor asli Indonesia.

"Tadi kan sudah saya sampaikan, ini LRT yang pertama kali dikerjakan sehingga kalau ada koreksi akan kami perbaiki, tetapi jangan senang mencari-cari kesalahan karena kesalahan pasti ada karena baru pertama kali," ujar Jokowi usai menjajal LRT Jabodebek, Kamis (3/8/2023).

"Dan ini adalah produksi INKA, konstruksinya dikerjakan oleh kita sendiri sehingga kalau ada kurang-kurang harus dimaklumi tetapi harus tetap diperbaiki," kata Presiden melanjutkan.

(Feby Novalius)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement