JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) ditutup melemah pada perdagangan Senin (25/9/2023), turun 28 poin ke level Rp15.403 dari penutupan sebelumnya di Rp15.380.
Pengamat Pasar Uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, dolar AS mempertahankan kekuatan setelah pertemuan Fed yang hawkish dolar mendapat dorongan minggu lalu setelah Federal Reserve AS mengindikasikan bahwa suku bunga akan lebih tinggi dalam jangka waktu yang lama, mengejutkan pasar dengan prediksinya yang bersifat hawkish.
BACA JUGA:
"Hal ini sangat kontras dengan negara-negara lain di Inggris dan Swiss, yang keduanya menghentikan siklus kenaikan suku bunga, sementara Bank of Japan mempertahankan kebijakan moneternya yang sangat akomodatif. Hal ini mengikuti nada yang relatif dovish dari Bank Sentral Eropa pada minggu sebelumnya," tulis Ibrahim dalam risetnya, Senin (25/9/2023).
Pembicara bank sentral, data inflasi akan dirilis ada serangkaian pejabat bank sentral yang akan memberikan pidato minggu ini, dengan Presiden ECB Christine Lagarde memulai pembicaraan di sesi ini, menjelang komentar dari Presiden Fed Minneapolis Neel Kashkari.
Data awal harga konsumen bulan September untuk blok tersebut akan dirilis pada akhir minggu ini, sementara ada juga data inflasi utama AS yang dijadwalkan pada hari Jumat.
Sebelumnya, rilis sentimen bisnis Ifo Jerman akan dirilis pada hari Senin, dan akan memberikan indikasi kesehatan perekonomian terpenting zona euro.
Kekhawatiran baru terhadap pasar properti Tiongkok yang terlilit utang.
Raksasa real estat China Evergrande (HK:3333) Group memperingatkan bahwa mereka tidak dapat menerbitkan utang baru karena penyelidikan pemerintah terhadap anak perusahaannya Hengda Real Estate Group.
Hal ini memicu kekhawatiran atas pembekuan utang yang lebih luas di pasar, yang sudah terguncang akibat krisis uang tunai yang parah selama tiga tahun terakhir.
Dari sisi internal, pasar terus memantau perkembangan tentang hutang pemerintah Indonesia yang terus meningkat dan membuat pasar gelisah, di mana posisi utang pemerintah hingga 31 Agustus 2023 mencapai Rp 7.870,35 triliun.
"Jumlah itu naik Rp 633,74 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu (yoy) dan naik Rp 14,82 triliun dibandingkan bulan sebelumnya (mtm)," kata Ibrahim.
Tingkatan utang itu membuat rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) per Agustus 2023 menjadi 37,84% atau naik dari bulan sebelumnya yang di level 37,78%, namun turun dibandingkan akhir tahun lalu 39,70%.
Rasio utang tersebut menurun dibandingkan akhir 2022 dan berada di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
BACA JUGA:
Rasio ini juga masih sesuai dengan yang ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2023-2026 di kisaran 40%.
Utang pemerintah terdiri atas dua jenis yakni berbentuk surat berharga negara (SBN) dan pinjaman.
Mayoritas utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yakni 88,88% dan sisanya pinjaman 11,12%. Secara rinci, jumlah utang pemerintah dalam bentuk SBN sebesar Rp 6.995,18 triliun. Terdiri dari SBN dalam bentuk domestik sebesar Rp 5.663,94 triliun yang berasal dari Surat Utang Negara Rp 4.576,43 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 1.087,51 triliun.
Sedangkan jumlah utang pemerintah dalam bentuk SBN valuta asing hingga Agustus 2023 sebesar Rp 1.331,24 triliun, terdiri dari Surat Utang Negara Rp 1.027,65 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp 303,59 triliun.
Lalu jumlah utang pemerintah dalam bentuk pinjaman sebesar Rp 875,17 triliun. Jumlah itu terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 25,11 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 850,05 triliun.
Berdasarkan sentimen diatas, mata uang rupiah untuk perdagangan besok diprediksi bergerak fluktuatif dan cenderung ditutup kembali melemah di rentang Rp15.390 - Rp15.450.
(Zuhirna Wulan Dilla)