Selanjutnya, biaya pengolahan batu bara naik 51% menjadi USD50,2 juta atau Rp797,67 miliar, dan biaya pengiriman dan penanganan naik 38% menjadi USD82,1 juta atau Rp1,30 triliun. Sementara itu, konsumsi bahan bakar per September 2023 naik 49%, sedangkan biaya bahan bakar per liter tetap stabil secara secara tahunan.
Di samping itu, beban usaha pada periode sembilan bulan pertama tahun ini naik 83% menjadi USD48,4 juta atau Rp769,07 miliar karena kenaikan signifikan pada penyisihan untuk biaya pemerintah. Adapun, biaya penjualan dan pemasaran pada naik 55% menjadi USD8,2 juta atau Rp130,29 miliar seiring kenaikan volume penjualan, serta biaya karyawan yang juga naik 86% menjadi USD5,7 juta atau Rp90,57 miliar karena peningkatan jumlah karyawan untuk menunjang ekspansi.
Untuk menggenjot kinerja perseroan, Ariano menyampaikan bahwa konstruksi smelter aluminium dan fasilitas pendukungnya terus menunjukkan kemajuan yang baik. Proyek ini diharapkan akan rampung pada kuartal III tahun 2025 mendatang.
“Ini merupakan peristiwa penting dalam upaya kami untuk mendukung inisiatif hilirisasi Indonesia di kawasan industri hijau di Kalimantan Utara,” ujar Ariano.
(Feby Novalius)