Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Ada Dokumen Transisi Energi JETP, Target RI Bisa Tercapai?

Rio Adryawan , Jurnalis-Selasa, 21 November 2023 |16:14 WIB
Ada Dokumen Transisi Energi JETP, Target RI Bisa Tercapai?
Dokumen investasi JETP diluncurkan (Foto: Shutterstock)
A
A
A

JAKARTA – Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif atau Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) dari kerjasama Just Energy Transition Partnership (JETP) diluncurkan oleh Pemerintah. Dokumen CIPP ini merupakan tindak lanjut kerja sama pendanaan transisi energi yang ditandatangani di sela-sela KTT G20 pada bulan November 2022.

Namun sayangnya, CIPP dinilai belum sepenuhnya mendukung transisi energi yang berkeadilan. Pasalnya, minimnya target pensiun dini PLTU dalam draf rencana ini, berpotensi memperlambat langkah reformasi sistem energi Indonesia menjadi lebih hijau dan ambisius.

Direktur Eksekutif dan Ekonom CELIOS, Bhima Yudhistira mengatakan, dokumen CIPP JETP masih cukup kontradiktif. Target bauran energi terbarukan dalam CIPP cukup ambisius, yakni mencapai 44% pada 2030. Namun, di sisi lain, hanya dua PLTU yang masuk daftar pensiun dini dalam skema ini, yaitu PLTU Pelabuhan Ratu dan PLTU Cirebon.

“Sebagian PLTU yang masuk pensiun dini, yakni PLTU Cirebon-1, sebenarnya sudah masuk dalam skema ETM (energy transition mechanism/mekanisme transisi energi. Jadi seolah tidak ada niatan untuk benar-benar melakukan penutupan PLTU batu bara. JETP menjadi tidak jelas, awalnya mau pensiun PLTU batu bara justru tidak dilakukan dengan serius,” tegas dia, Selasa (21/11/2023).

Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang diterbitkan pada 2014, Indonesia menargetkan bauran energi terbarukan 23% pada 2023 dan 31% pada 2050. Namun pada saat yang sama, Indonesia juga memulai Program 35 Gigawatt (GW) yang mayoritas adalah PLTU batu bara. Penambahan PLTU akhirnya justru menggerus ruang pengembangan energi terbarukan, sehingga target bauran energi hijau tidak tercapai.

“Dalam dokumen CIPP, PLTU captive tidak dimasukkan. Padahal, pertumbuhannya sangat tinggi dari 1,3 GW pada 2013 menjadi 10,8 GW pada 2023, dan masih terus bertambah. Hal ini akan menjadi penghalang besar yang dapat menggagalkan target nol emisi Indonesia, seperti sebelumnya. Meski target CIPP tercapai 100%, target nol emisi Indonesia tidak akan pernah tercapai lantaran PLTU captive akan tetap hasilkan emisi dalam jumlah besar,” jelas Direktur Program Transisi Bersih Harryadin Mahardika.

Koalisi CSO juga menyoroti porsi utang dan hibah dalam dana JETP. Bhima mengungkapkan, pendanaan dari negara maju (International Partners Group/IPG) sangat tidak menjunjung prinsip berkeadilan. Utamanya, Amerika Serikat yang jumlah pinjaman non-konsensionalnya sangat besar. Hal ini berarti Indonesia akan menanggung pinjaman dengan bunga pasar.

“Apa fungsinya menunggu dokumen CIPP JETP dirilis kalau kesepakatan dengan negara maju hanya biasa saja, masih pinjaman yang sifatnya business as usual?” kata Bhima.

Tak hanya itu, Bhima menggarisbawahi absennya berbagai reformasi kebijakan fiskal dan moneter untuk segera diimplementasikan. Padahal, JETP diharapkan membawa perubahan kerangka kebijakan fiskal dan moneter yang mendukung percepatan pensiun PLTU batu bara.

“Kami belum melihat langkah teknis yang dibutuhkan untuk menggeser insentif fiskal pada sektor pertambangan dan migas untuk membuat bisnis fosil secara ekonomis kurang menarik dibandingkan energi terbarukan. Dari segi perpajakan juga tidak tersentuh, maka JETP ini justru menunjukkan silo-silo pembahasan yang belum komprehensif. Waktu untuk revisi CIPP JETP diharapkan menyatukan seluruh aspek kebijakan pemerintah yang harus diubah secepatnya,” ungkap dia.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement