JAKARTA - WeWork mengajukan bangkrut dengan catatan utang hampir USD19 miliar atau setara Rp295 triliun.
Di mana utang itu untuk mendukung 777 lokasi di 39 negara, yang sebagian besar merupakan sewa jangka panjang yang diharapkan dibayar oleh perusahaan dengan memungut iuran anggota.
BACA JUGA:
Bahkan harga saham anjlok dan nilai bisnisnya menjadi kurang dari USD50 juta atau setara Rp776 miliar.
WeWork merupakan perusahaan yang erat dikaitkan dengan co-working (ruang kerja bersama). Bahkan pada 6 November lalu nilai bisnisnya berada di angka USD47 miliar atau Rp730 triliun.
Keruntuhan perusahaan ini sangat spektakuler, sebagian karena kisah naik turunnya memukau yang diceritakan dalam miniseri tahun 2022 bersama Anne Hathaway dan Jared Leto.
Di mana namanya embayangi imajinasi publik, di mana "WeWork" praktis identik dengan "co-working", seperti "Kleenex" untuk "tissue" atau "Google" untuk "search".
BACA JUGA:
Dunia co-working akan merasakan dampaknya setelah kebangkrutan WeWork.
Meski begitu tantangan yang dihadapi perusahaan ini terjadi pada saat pertumbuhan yang tenang namun signifikan dalam dunia co-working.
Para ahli mengatakan bahwa ketika WeWork memudar, kebutuhan dan keinginan untuk bekerja bersama akan tetap ada dan pemain lain siap untuk memanfaatkan peluang tersebut.
Salah satu alasan penting mengapa kejatuhan WeWork mungkin tidak mengganggu industri co-working adalah sifat dari kegagalannya, yang sebagian besar berkaitan dengan model bisnis kepemilikan properti.
Banyak penyedia co-working yang sukses memilih untuk bermitra dengan pemilik properti komersial untuk menyediakan rangkaian fasilitas dan fasilitas keanggotaan merek mereka dengan imbalan biaya tetap atau bagian dari keuntungan yang dihasilkan dari iuran keanggotaan.
WeWork bagaimanapun mengambil serangkaian kontrak sewa jangka panjang dan mengumpulkan semua pendapatan keanggotaan secara langsung.