Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

SPECIAL REPORT: Polemik PPN 12%

Dani Jumadil Akhir , Jurnalis-Minggu, 24 November 2024 |09:58 WIB
SPECIAL REPORT: Polemik PPN 12%
Special Report PPN 12% (Foto: Okezone)
A
A
A

Penolakan PPN 12%, Garuda Biru Menggema

Fenomena Garuda Biru kembali viral di media sosial. Darurat Indonesia kali ini dikaitkan dengan kebijakan pemerintah yang akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.

Sejak diumumkan, kebijakan ini langsung memicu kritik netizen di media sosial. Banyak warganet menilai kenaikan PPN memberatkan, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah yang mengalami tekanan ekonomi dari semua aspek.

"Di Indonesia pajak terus naik, tapi gaji khususnya UMR ga ada peningkatan sama sekali. Padahal secara logika, kalo pajak naik ya otomatis mempengaruhi biaya hidup. Jujur bingung sama ini negara, pemikirannya duit melulu, tapi rakyatnya dibikin susah dan miskin, gue marah banget,” tulis akun @skmxawng di X.

Cuitan ini menunjukkan keresahan dan kekecewaan masyarakat terhadap beban hidup yang kian berat tanpa ada solusi konkret dari pemerintah.

Sejumlah ekonom juga memperingatkan potensi efek domino dari kenaikan PPN. Kebijakan ini tidak hanya akan memengaruhi daya beli masyarakat, tetapi juga berisiko mengurangi pendapatan perusahaan, yang akhirnya berdampak pada gaji dan kesejahteraan karyawan.

"Daya beli masyarakat sedang turun, terutama di kelas menengah ke bawah. Kebijakan ini dapat memperlambat pemulihan ekonomi, mengingat konsumsi domestik adalah salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujar seorang ekonom dalam sebuah diskusi.

Penjelasan Ditjen Pajak

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberi tanggapan terkait ramainya penolakan pemberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% di tahun 2025.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti mengatakan, baiknya masyarakat melihat penyesuaian tarif PPN dari dua hal, yaitu tidak semua barang atau jasa terkena pajak dan hasil akhir pajaknya.

"Terkait penyesuaian tarif PPN mohon tidak semata-mata dilihat dari kenaikannya, tapi harus dilihat dari dua hal," kata Dwi kepada MNC Portal, Jumat 22 November 2024.

Hal pertama yang harus diperhatikan masyarakat adalah tidak semua barang dan jasa terkena PPN.

DJP menegaskan, barang dan jasa yang dibutuhkan rakyat banyak seperti barang kebutuhan pokok berupa beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan dan sayur-sayuran serta jasa pelayanan kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa transportasi umum, dan jasa ketenagakerjaan, dibebaskan dari pengenaan PPN, artinya kebutuhan rakyat banyak tidak terpengaruh oleh kebijakan ini

Kedua adalah hasil dari kebijakan penyesuaian tarif PPN akan kembali kepada rakyat dalam berbagai bentuk, yaitu Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Program Indonesia Pintar (PIP) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, subsidi listrik, subsidi LPG 3 kg, subsidi BBM, dan subsidi pupuk.

"Pada tahun 2023 pemerintah mengucurkan dana sebesar Rp269,59 triliun untuk bantuan sosial dan subsidi," ungkap Dwi.

Menurut Dwi, DJP akan terus memberikan pemahaman kepada masyarakat melalui sosialisasi dan edukasi serta dengan melibatkan figur publik untuk menyampaikan manfaat dari kebijakan kenaikan tarif PPN sebesar 1 persen yang nantinya akan dikembalikan kepada masyarakat.

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement