Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

SPECIAL REPORT: Polemik PPN 12%

Dani Jumadil Akhir , Jurnalis-Minggu, 24 November 2024 |09:58 WIB
SPECIAL REPORT: Polemik PPN 12%
Special Report PPN 12% (Foto: Okezone)
A
A
A

Selain itu, barang yang tidak kena PPN juga diatur dalam PMK Nomor 116/PMK.010/2017, berikut rinciannya:

1. Beras dan gabah berkulit, dikuliti, disosoh atau dikilapkan maupun tidak, setengah giling atau digiling semua, pecah, menir, salin yang cocok untuk disemai

2. Jagung dikupas maupun belum, termasuk pipilan, pecah, menir, tidak termasuk bibit

3. Sagu berupa empulur sagu (sari sagu), tepung, tepung bubuk dan tepung kasar

4. Kedelai berkulit, utuh dan pecah, selain benih

5. Garam konsumsi beryodium atau tidak, termasuk garam meja dan garam didenaturasi untuk konsumsi atau kebutuhan pokok

6. Daging segar dari hewan ternak dan unggas dengan/tanpa tulang yang tanpa diolah, dibekukan, dikapur, didinginkan, digarami, diasamkan, atau diawetkan dengan cara lain

7. Telur tidak diolah, diasinkan, dibersihkan, atau diawetkan, tidak termasuk bibit

8. Susu perah yang melalui proses dipanaskan atau didinginkan serta tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya

9. Buah-buahan segar yang dipetik dan melalui proses dicuci, dikupas, disortasi, dipotong, diiris, digrading, selain dikeringkan

10. Sayur-sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dibekukan, disimpan dalam suhu rendah, atau dicacah

11. Ubi-ubian segar, melalui proses dicuci, dikupas, disortasi, diiris, dipotong, atau digrading

12. Bumbu-bumbuan segar, dikeringkan, dan tidak dihancurkan atau ditumbuk

13. Gula konsumsi kristal putih asal tebu untuk konsumsi tanpa tambahan bahan pewarna atau perasa

5 Juta Buruh Ancam Mogok Massal

Presiden KSPI yang juga Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, rencana kenaikan PPN 12% akan berdampak langsung pada harga barang dan jasa yang semakin mahal. Di sisi lain, kenaikan upah minimum yang mungkin hanya berkisar 1%-3% tidak cukup untuk menutup kebutuhan dasar masyarakat.

Akibatnya, daya beli masyarakat merosot, dan dampaknya menjalar pada berbagai sektor ekonomi yang akan terhambat dalam upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%.

“Lesunya daya beli ini juga akan memperburuk kondisi pasar, mengancam keberlangsungan bisnis, dan meningkatkan potensi PHK di berbagai sektor,” ujar Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Rabu 20 November 2024.

Said Iqbal melanjutkan, kebijakan ini tidak hanya melemahkan daya beli, tetapi juga berpotensi menambah ketimpangan sosial. Dengan beban PPN yang meningkat, rakyat kecil harus mengalokasikan lebih banyak untuk pajak tanpa adanya peningkatan pendapatan yang memadai.

Lebih jauh, dirinya menyebut, redistribusi pendapatan yang timpang akan semakin memperlebar jurang antara yang kaya dan miskin, menjadikan beban hidup masyarakat kecil semakin berat.

"Bagi Partai Buruh dan KSPI, kebijakan ini mirip dengan gaya kolonial yang membebani rakyat kecil demi keuntungan segelintir pihak," ungkapnya.

Said Iqbal mengatakan, jika pemerintah tetap melanjutkan kenaikan PPN menjadi 12% dan tidak menaikkan upah minimum sesuai dengan tuntutan, pihaknya bersama serikat buruh lainnya akan menggelar mogok nasional yang melibatkan 5 juta buruh di seluruh Indonesia.

"Aksi ini direncanakan akan menghentikan produksi selama minimal 2 hari antara tanggal 19 November hingga 24 Desember 2024, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang dianggap menekan rakyat kecil dan buruh," tegas Said Iqbal.

Pengusaha Buka Suar

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menanggapi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% pada awal tahun 2025. Kadin Indonesia meminta pemerintah perlu mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial dari kenaikan PPN tersebut.

Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Organisasi, Hukum dan Komunikasi Kadin Indonesia, Yukki Nugrahawan Hanafi mengungkapkan dunia usaha menekankan perlunya kajian dan pertimbangan mendalam mengenai dinamika perekonomian pada tahun 2024, serta proyeksi perekonomian tahun 2025 sebagai pertimbangan sebelum implementasi kenaikan tarif PPN 12%.

"Untuk itu, Kadin Indonesia mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial yang mungkin muncul akibat kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025 mendatang," jelas Yukki kepada MNC Portal, Jumat 22 November 2024.

Yukki menuturkan, dalam penerapan kebijakan PPN 12%, pemerintah perlu memitigasi dampak dari kenaikan tarif PPN ini, khususnya terhadap penurunan daya beli masyarakat kecil dan menengah serta efeknya terhadap tingkat inflasi.

Terlebih, lanjut Yukki, dengan melihat pada kondisi ketidakpastian ekonomi makro secara global yang mengalami perlambatan dan resesi, maka konsumsi domestik menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional.

"Oleh karena itu, kenaikan tarif PPN perlu dengan cermat mempertimbangkan dampak turunan akan perlambatan konsumsi domestik dan daya beli masyarakat," katanya.

Meskipun demikian, Yukki mengatakan Kadin memahami pentingnya menjaga postur fiskal dan APBN agar tetap resilient di tengah dinamika tantangan ekonomi global maupun domestik. Namun, ucap Yukki, menjaga daya beli masyarakat juga faktor penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, dimana sektor konsumsi domestik senantiasa menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi.

"Untuk itu, kami berharap pemerintah dapat terus mempertimbangkan pengambilan keputusan terkait PPN dengan memperhatikan terjaganya konsumsi domestik," pungkasnya.

(Taufik Fajar)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement