Di sisi lain, Eddy menilai bahwa dukungan pemerintah sangat diperlukan agar program bioetanol bisa mengikuti kesuksesan biodiesel. Terutama, jika ternyata proses produksi bioetanol menghasilkan bahan bakar yang lebih mahal dibandingkan BBM.
"Jika demikian, maka perlu dukungan pemerintah dalam bentuk subsidi atau kompensasi," katanya.
Pengamat energi Inas Nasrullah Zubir juga menilai positif upaya dalam mendukung pengembangan bioetanol, namun sebagai bahan baku agar tidak hanya mengandalkan tanaman tebu, karena membutuhkan waktu lama.
Dia mendukung jika bioetanol diperoleh melalui keanekaragaman sumber, termasuk pemanfaatan tanaman aren sebagai bahan baku yang tersebar hampir di seluruh Indonesia dan mudah dijumpai.
Sementara itu CEO PNRE John Anis menyatakan sudah memiliki peta jalan pengembangan bioetanol hingga 2031 untuk mendukung dekarbonisasi di sektor transportasi, sebab, pada 2034, diproyeksikan permintaan biofuel bisa mencapai 51 juta liter.
Terkait hal itu, Pertamina NRE mulai menjalin kerja sama dengan Sinergi Gula Nusantara (SGN) untuk membangun pabrik bioethanol di Banyuwangi, Jawa Timur, dengan kapasitas produksi 30 ribu kiloliter (kl) per tahun.
(Dani Jumadil Akhir)